Berita Hukum Legalitas Terbaru
Hukum  

Force Majeure Menurut Hukum Perdata di Indonesia

Inilah arti dari Force Majeure menurut hukum perdata di Indonesia dan kondisi yang bisa dikategorikan sebagai force majeure.
Inilah arti dari Force Majeure menurut hukum perdata di Indonesia dan kondisi yang bisa dikategorikan sebagai force majeure.

Ada beberapa pasal yang dapat dijadikan pedoman tentang force majeure di dalam KUH Perdata, diantaranya Pasal 1244, 1245, 1444, 1445.

Sering terjadi perbedaan antara force majeure atau keadaan memaksa dengan overmacht, namun sebenarnya keduanya merupakan hal yang sama.

Force majeure adalah istilah lain dari kata overmacht, kedua istilah tersebut sama-sama memiliki arti keadaan memaksa. Force majeure atau keadaan memaksa banyak diatur didalam hukum perdata yang terdapat pada Pasal-Pasal KUH Perdata yang mengatur terkait perjanjian atau perikatan, contohnya:

  1. Pasal 1244 KUH Perdata
    • Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduga, pun tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidak ada pada pihaknya”. Arti Pasal 1244 KUH Perdata menjelaskan terkait pembayaran ganti rugi dan bunga apabila si berutang tidak bisa membuktikan dirinya mengalami hal yang tak terduga hingga menyebabkan dirinya tidak bisa memenuhi prestasinya.
  2. Pasal 1245 KUH Perdata
    • “Tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya“. Artinya Pasal 1245 KUHPerdata menjelaskan mengenai pembebasan pembayaran biaya, rugi dan bunga apabila telah terjadi keadaan memaksa atau karena suatu keadaan yang tidak disengaja, si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.
  3. Pasal 1444 KUH Perdata
    1. Jika barang tertentu yang menjadi bahan perjanjian, musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar salahnya si berhutang, dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
    2. Bahkan meskipun si berhutang lalai menyerahkan sesuatu barang sedangkan ia tidak telah menanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan hapus jika barangnya akan musnah secara yang sama di tangan si berpiutang, seandainya sudah diserahkan kepadanya
    3. Si berhutang diwajibkan membuktikan kejadian yang tak terduga, yang dimajukan itu
    4. Dengan cara bagaimanapun sesuatu barang, yang telah dicuri, musnah atau hilang, hilangnya barang ini tidak sekali-kali membebaskan orang yang mencuri barang dari kewajibannya untuk mengganti harganya.
  4. Pasal 1445 KUH Perdata
    • Jika barang yang terutang, di luar salahnya si berutang musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, maka si berhutang, jika ia mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut kepada orang yang mengutangkan kepadanya. Artinya Pasal 1445 menjelaskan tentang kewajiban memberikan hak dan tuntutan tersebut kepada kreditur jika barang yang terutang musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang di luar kesalahan debitur.

WhatsApp us

Exit mobile version