Hibah dikatakan sebagai perjanjian yang cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali. Hibah merupakan salah satu jenis perjanjian yang diatur dalam KUHPer.
Hibah dapat dikatakan sebagai perjanjian sepihak dikarenakan hanya satu pihak yang dibebani kewajiban untuk menyerahkan sesuatu kepada pihak lain. Hibah dalam KUHPer diatur dalam Pasal 1666-1693
Walaupun hibah dikatakan perjanjian sepihak, hibah tetap perjanjian yang membutuhkan persetujuan kedua pihak, dan konsekuensi ketika pemberi hibah telah memberikan maka tidak dapat menarik kembali secara sepihak hibah tersebut.
Pasal 1666 KUHPer menyebutkan hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
Hibah yang dapat diberikan adalah benda-benda yang sudah ada. Dalam hibah juga pihak penghibah tidak dapat bertindak seolah-olah tetap sebagai pemilik dan apabila perjanjian hibah mencantumkan klausul seperti itu, maka hal ini dapat membatalkan hibah tersebut.
Meskipun ada larangan penghibah bertindak seolah-seolah tetap sebagai pemilik, tetapi berdasarkan KUHPer Pasal 1669 penghibah tetap diberikan kesempatan untuk menikmati hasil.
Menikmati hasil ini berkaitan dengan Hak Pakai Hasil. Seperti yang kita ketahui, hibah tidak dapat ditarik kembali tetapi ketika penerima hibah beserta turunannya meninggal dunia, maka hibah tersebut dapat dibatalkan.
Dapat dibatalkan ini ketika penarikan benda tersebut berhubungan dengan kepentingan penghibah sendiri.
Syarat-syarat hibah, yaitu kedua pihak harus cakap. Hibah suami-istri adalah dilarang.
Dalam melakukan hibah, diharuskan dengan akta notaris. Apabila tidak dengan akta notaris maka dapat dibatalkan.
Pada Pasal 1687 KUHPer, dikecualikan barang bergerak berwujud dan surat berharga atas tunjuk atau atas pembawa (aan toonder) dapat dilakukan hibah tanpa harus ada akta autentik.
Hibah adalah perjanjian yang mengikat setelah disetujui dengan kata-kata yang tegas oleh penerima hibah atau kuasanya.
Suatu Hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapus, kecuali dalam hal berikut:
- tidak dipenuhi syarat-syarat melakukan hibah
- apabila penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan terhadap penghibah
- apabila menolak menafkahi penghibah jika jatuh miskin
Referensi:
KUHPer
Ahmadi Miru dan Sakka Pari, 2020, “HUKUM PERJANJIAN”, Sinar Grafika, Jakarta