Sah! – Resesi sendiri adalah kondisi perekonomian yang mampu membuat perusahaan jatuh bangkrut. Resesi dapat muncul karena beberapa faktor, yaitu:
Inflasi
Inflasi adalah kondisi naiknya harga secara terus menerus, baik itu harga barang maupun jasa. kenaikan harga ini berimbas pada melemahnya daya beli masyarakat yang nantinya diikuti juga dengan penurunan produksi barang dan jasa.
Jika dibiarkan dalam waktu lama, hal ini akan mengakibatkan tingginya angka pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal, kemiskinan, dan terjadi resesi.
Deflasi Berlebihan
Seperti halnya inflasi, deflasi juga bisa membawa pengaruh yang buruk dan memicu terjadinya resesi. Deflasi adalah sebuah kondisi dimana harga barang dan jasa turun dari waktu ke waktu yang akhirnya berimbas pada upah yang dibayarkan mengalami penurunan.
Deflasi juga ditandai dengan adanya penundaan pembelian barang atau jasa sampai harga terendah. Hal ini tentunya sangat beresiko bagi pemilik usaha. Sebab, meskipun daya beli masyarakat kemungkinan akan naik, nyatanya pemilik usaha harus menekan biaya produksi yang berujung pada ruginya suatu bisnis.
Jika masyarakat atau unit bisnis berhenti untuk melakukan aktivitas ekonomi seperti membelanjakan uangnya, bukan tidak mungkin kondisi ekonomi yang ada akan rusak.
Gelembung Aset Pecah
Penyebab berikutnya resesi adalah pecahnya gelembung aset. Hal ini bisa terjadi saat investor mengambil langkah secara gegabah.
Misalnya, terjadi pembelian saham dan properti secara masif dengan anggapan harganya akan naik dengan cepat. Lalu, saat keadaan ekonomi tengah goyah, mereka akan beramai-ramai menjualnya yang mengakibatkan terjadinya panic selling dan berujung pada resesi akibat rusaknya pasar.
Guncangan Ekonomi yang Mendadak
Pemicu lain resesi adalah guncangan ekonomi secara mendadak. Hal ini ditandai dengan menurunnya daya beli yang disebabkan kesulitan finansial serta masalah serius lainnya seperti tumpukkan hutang.
Hutang yang menumpuk akan mempengaruhi membengkaknya bunga yang perlu dibayarkan dan berujung pada ketidakmampuan untuk melunasinya atau gagal bayar.
Perkembangan Teknologi
Resesi adalah kemerosotan ekonomi yang tidak hanya disebabkan dari aktivitas ekonomi itu sendiri. Perkembangan teknologi turut menjadi faktor adanya resesi.
Hal ini bisa terjadi karena adanya penurunan lapangan pekerjaan yang banyak digantikan oleh teknologi terkemuka seperti Artificial Intelligence (AI) dan robot. Alhasil, lapangan pekerjaan akan menurun drastis dan membuat angka pengangguran meningkat.
Ketidakseimbangan Antara Produksi dan Konsumsi
Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi menjadi pemicu berikutnya. Barang dan jasa yang diproduksi secara berlebih dengan tingkat konsumsi atau daya beli yang menurun bisa membawa malapetaka bagi produsen.
Hal ini mendorong terjadinya impor secara besar-besaran, membengkaknya pengeluaran perusahaan, dan menipisnya laba perusahaan dalam negeri.
Pertumbuhan Ekonomi Mengalami Penurunan Selama Dua Kuartal Berturut-Turut
Salah satu indikasi resesi adalah adanya penurunan pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut yang dinilai dari melemahnya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara.
Nilai Impor Lebih Besar dari Ekspor
Indikasi lain terjadinya resesi adalah nilai impor suatu negara lebih besar ketimbang ekspor. Hal Ini bisa memberikan efek terhadap defisitnya anggaran negara dan terjadinya penurunan pendapatan nasional.
Tingginya Tingkat Pengangguran
Tingginya angka pengangguran suatu negara bisa mengindikasikan negara tersebut mengalami resesi. Sebab, tenaga kerja memiliki peran penting dalam perputaran perekonomian suatu negara.
Apabila angka pengangguran meningkat secara terus menerus, hal ini akan mengakibatkan terjadinya tingkat kriminalitas yang ikut naik.
Secara garis besar, Resesi adalah situasi yang muncul karena berbagai faktor. Misalnya krisis keuangan, salah mengambil keputusan perekonomian, adanya disrupsi rantai pasokan, disrupsi perdagangan eksternal, pecahnya gelembung ekonomi, sampai dengan faktor yang ada di luar kuasa manusia seperti bencana alam atau pun pandemi
Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia mampu tumbuh hingga 5,72% year on year pada kuartal III-2022. Pertumbuhan ini lebih besar dari prediksi awal di angka 5,5%. Hal tersebut telah diprediksi oleh Bank Indonesia bahwa ekonomi Indonesia akan terus tumbuh di angka 4-5%. Selain itu BPS juga menyampaikan bahwa pada Oktober 2022 inflasi Indonesia turun dari 5,95% ke angka 5,71% secara year on year.
Kondisi ini sangat menggambarkan bahwa Indonesia masih aman dari ancaman resesi. Oleh sebab itu, untuk mempertahankan kondisi ini, hal yang dapat dilakukan adalah dengan beberapa cara, yaitu: Meningkatkan konsumsi masyarakat dan Investasi.
Sesuai data yang ada bahwa konsumsi masyarakat ini sangat berpengaruh sekali terhadap PDB Nasional hingga menyentuh angka 50,3%. Sedangkan dalam aspek investasi, Properti masih menjadi primadona yang menjanjikan dalam berinvestasi. Dalam Market Index Property mencatat bahwa indeks harga properti naik hingga 4,9% year on year pada kuartal III-2022.
Kenaikan Index didukung oleh adanya permintaan yang mengalami kenaikan 16,4% secara year on year. Jadi, meskipun ada ancaman resesi, properti ini bisa jadi pilihan yang tepat untuk investasi. Terutama properti yang berada di lokasi strategis, seperti:
- Dekat dengan akses tol dan akses transportasi umum.
- Dekat dengan fasilitas pendidikan.
- Berlokasi tidak jauh dari Public Area.
Itulah pembahasan yang bisa Sah! berikan, semoga bermanfaat.
Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa mengakses laman Sah!, yang menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha . Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha .
Informasi lebih lanjut, bisa menghubungi via pesan instan WhatsApp ke +628562160034.