Sah! – Di berbagai sudut jalan di Indonesia, pemandangan botol-botol bensin yang berjejer rapi sudah menjadi hal yang biasa dan kerap ditemui. Bisnis bensin eceran ini berkembang pesat, menawarkan kemudahan bagi masyarakat yang membutuhkan bahan bakar dengan cepat.
Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, bisnis ini menyimpan sisi gelap yang jarang disorot. Praktik penjualan bensin secara eceran ternyata bertentangan dengan sejumlah regulasi yang berlaku di Indonesia.
Sambil meraup keuntungan dari tingginya permintaan, para pelaku bisnis ini sering kali mengabaikan aspek legalitas yang bisa berujung pada masalah hukum serius.
Lantas bagaimana regulasi yang mengatur mengenai bisnis eceran?
Legalitas Bisnis Bensin Eceran
Dalam industri minyak dan gas bumi di Indonesia, terdapat dua jenis kegiatan usaha utama yang memiliki peran penting, yaitu kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir, di mana masing-masing memiliki karakteristik dan tanggung jawab yang berbeda.Namun, keduanya saling terkait satu sama lain dalam rangkaian proses pengelolaan minyak dan gas bumi dari hulu hingga ke hilir.
Salah satu bagian dari kegiatan usaha hilir yang cukup krusial adalah niaga, yang mencakup seluruh aktivitas pembelian, penjualan, ekspor, dan impor minyak bumi serta hasil olahannya, termasuk kegiatan niaga gas bumi yang dilakukan melalui jaringan pipa.
Aktivitas niaga ini diatur secara ketat oleh pemerintah melalui berbagai regulasi, dengan tujuan utama untuk memastikan bahwa seluruh proses niaga berjalan dengan lancar, aman, dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Merujuk pada ketentuan yang tercantum Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, setiap kegiatan usaha hilir, termasuk niaga bahan bakar minyak (BBM), wajib dilaksanakan oleh badan usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Badan usaha ini diharuskan untuk menjalankan kegiatan usahanya melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan, sehingga tercipta iklim usaha yang kondusif dan mampu memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat luas.
Dalam konteks ini, penting untuk ditekankan bahwa izin usaha menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap badan usaha yang ingin terlibat dalam kegiatan niaga BBM, karena tanpa izin tersebut, kegiatan usaha yang dilakukan akan dianggap ilegal dan dapat dikenai sanksi hukum yang cukup berat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan usaha yang melibatkan pembelian, penyimpanan, dan penjualan BBM hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum dan telah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Hal ini secara otomatis mengecualikan individu atau perorangan dari melakukan kegiatan penjualan BBM secara eceran yang sering kita temui di berbagai tempat umumnya tidak menggunakan peralatan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Hal ini dapat dilihat dari penggunaan alat ukur yang sering kali tidak akurat, hingga penyimpanan BBM yang tidak memenuhi standar keselamatan yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 tentang Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Nasional.
Peraturan ini menekankan pentingnya Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam setiap aspek kegiatan usaha yang berkaitan dengan keselamatan, keamanan, kesehatan, dan lingkungan termasuk penjualan BBM.
Penting untuk dipahami bahwa SNI tidak hanya berkaitan dengan aspek teknis semata, namun juga mencakup kepentingan yang lebih luas, seperti keselamatan kerja, kesehatan masyarakat, keamanan lingkungan, serta pertimbangan ekonomis yang harus dipatuhi oleh setiap pelaku usaha, termasuk mereka yang terlibat dalam penjualan BBM.
Ketika seorang penjual bensin eceran tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan, maka dapat dikatakan bahwa penjualan bensin tersebut tidak memenuhi syarat keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan, serta berpotensi membahayakan masyarakat yang menggunakan produk tersebut.
Selain itu, dari segi ekonomis, penjualan bensin eceran juga sering kali tidak mematuhi harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga merugikan konsumen dan menciptakan ketidakadilan dalam pasar.
Konsekuensi Bisnis Ilegal Bensin Eceran
Penjualan bensin eceran tidak hanya melanggar standar keselamatan dan kesehatan, tetapi juga merupakan kegiatan usaha yang ilegal karena dilakukan tanpa izin usaha yang sah.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta pertamina, telah mengeluarkan berbagai surat edaran yang menegaskan bahwa penyaluran BBM harus dilakukan melalui penyalur resmi dan entitas yang berwenang, serta melarang penyaluran BBM kepada pengecer dengan maksud untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Salah satu surat edaran yang relevan adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Nomor 14.E/HK.03/DJM/2021, yang secara tegas menyatakan bahwa penyaluran BBM harus dilakukan melalui mekanisme yang sah dan hanya kepada pengguna akhir yang telah ditentukan.
Jika kegiatan usaha penjualan bensin eceran ini dilakukan tanpa izin usaha yang sah, maka para pelaku dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak Gas dan Bumi.
Dalam pasal ini menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pengolahan,pengangkutan, penyimpanan, atau niaga BBM tanpa izin usaha yang sah dapat dikenakan hukuman penjara paling lama lima tahun serta denda maksimal hingga Rp50 miliar.
Lebih jauh lagi, jika BBM yang dijual merupakan bahan bakar bersubsidi, maka pelaku usaha dapat dikenakan sanksi yang lebih berat, yaitu pidana penjara paling lama enam tahun serta denda hingga Rp60 miliar, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 55 UU No.22 Tahun 2001.
Alternatif Bisnis Bensin
Meskipun penjualan bensin eceran secara individu adalah ilegal, terdapat model bisnis yang sah dan dapat menjadi alternatif bagi mereka yang ingin terlibat dalam bisnis penjualan BBM.
Salah satu model bisnis yang legal dan dapat dipertimbangkan adalah kemitraan dengan pertamina melalui program Pertashop.
Pertashop merupakan jaringan penyalur skala kecil dari Pertamina yang menyediakan BBM non-subsidi, LPG non-subsidi, dan produk Pertamina lainnya yang tidak tersedia di lembaga penyalur Pertamina lainnya.
Untuk mendirikan Pertashop, diperlukan berbagai tahapan perizinan yang harus dilalui, termasuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar melalui sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA), serta memenuhi syarat sebagai badan usaha yang sah dengan dokumen-dokumen yang lengkap seperti KTP,NPWP dan Akta Perusahaan.
Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015 juga memberikan peluang bagi pengusaha kecil untuk menjual BBM secara legal dengan menjadi sub-penyalur.
Sub-penyalur ini adalah perwakilan dari sekelompok konsumen pengguna BBM tertentu yang menyalurkan BBm hanya kepada anggota di daerah yang tidak terdapat penyalur resmi, dengan syarat yang ketat, seperti memiliki sarana penyimpanan yang sesuai dengan standar keselamatan kerja, memiliki alat angkut BBM yang memenuhi standar, serta memperoleh izin lokasi dari pemerintah daerah setempat.
Dengan memahami regulasi dan prosedur yang berlaku, para pelaku usaha dapat menjalankan bisnis penjualan BBM secara legal dan terhindar dari berbagai risiko hukum yang dapat merugikan mereka di masa depan.
Mau tau lebih banyak tentang perlindungan hukum atau perizinan usaha lainnya? Cek artikel-artikel terbaru di Sah! Indonesia. Jangan lewatkan kesempatan untuk belajar lebih banyak dan menjadi bagian komunitas yang selalu up-to-date dengan perkembangan terbaru di dunia hukum. Temukan artikel menarik lainnya hanya di Sah! Indonesia
Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406
Source :