Sah! – Ketika hendak mengajukan permohonan kepailitan di Indonesia maka yang menjadi pertanyaan, pengadilan manakah yang berwenang untuk mengadili perkara kepailitan tersebut? Apakah kewenangan tersebut menjadi ranah pada Pengadilan Negeri, atau terdapat pengadilan khusus yang dibentuk sebagai pengadilan yang berhak mengadili?
Adapun jawaban dari pertanyaan tersebut adalah Pengadilan Niaga. Hal ini sebagaimana termuat di dalam Pasal 1 Ayat (7) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yakni ‘’Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum’’.
Pasal tersebut memiliki arti bahwa Pengadilan Niaga merupakan pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum yang berwenang untuk mengadili perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Namun, ketika hendak mengajukan permohonan kepailitan di Indonesia, pemohon haruslah memperhatikan kompetensi relatif dari Pengadilan Niaga itu sendiri, adapun yang dimaksud dengan kompetensi relatif adalah kewenangan atas badan pengadilan yang ditentukan oleh batas daerah hukum yang menjadi kewenangannya.
Persebaran Pengadilan Niaga di Indonesia hanya terdiri di 5 (lima) wilayah saja yakni Pengadilan Niaga Medan, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Pengadilan Niaga Surabaya, Pengadilan Niaga Semarang dan Pengadilan Niaga Makassar.
Dikarenakan hanya berada di 5 (lima) wilayah, maka dari itu pemohon pailit juga harus memperhatikan Pengadilan Niaga wilayah mana di antara 5 (lima) Pengadilan Niaga yang ada yang menjadi kewenangan atas wilayahnya untuk mengadili perkara kepailitan yang hendak diajukan.
Berbicara mengenai hukum acara yang digunakan dalam mengadili kasus kepailitan, Pasal 299 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa ‘’ Kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini maka hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata.
Adapun maksud dari hukum acara pada pasal ini adalah hukum acara perdata sebagaimana yang diatur di dalam HIR/RBG dan juga beberapa yang diatur di dalam peraturan lainnya.
Selain itu hal lain yang perlu diperhatikan adalah Undang-Undang kepailitan yang ada di Indonesia yakni Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memiliki status sebagai hukum materiil yang juga mengatur hukum acara sebagai lex specialis baik di dalam mengatur mengenai tata cara pengajuan maupun syarat-syaratnya.
Itulah pembahasan yang bisa Sah! berikan, semoga bermanfaat.
Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa mengakses laman Sah!, yang menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha . Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha .
Informasi lebih lanjut, bisa menghubungi via pesan instan WhatsApp ke +628562160034.