Sah! – Di dalam jual beli atau perikatan lainnya hubungan hukum antara kedua belah pihak lahir dengan adanya suatu perjanjian yang mengikat keduanya. Perjanjian dalan KUHPerdata diatur dalam Pasal 1313 yang juga disebut sebagai persetujuan.
Perjanjian dapat dikatakan sah dan mengikat secara hukum apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dalam Pasal 1320. Namun dalam kebiasaan masyarakat Indonesia perjanjian itu dikatakan sah secara hukum apabila dibubuhi oleh materai
Sehingga ketika suatu surat perjanjian yang tidak dibubuhi oleh materai kemudian dianggap tidak sah. Lazimmya dalam praktik sehari-hari, pembubuhan materai tersebut adalah untuk menentukan keabsahan dari surat perjanjian itu. Jadi masyarakat cenderung menggunakan parameter materai sebagai tolak ukur sah atau tidaknya suatu perjanjian.
Penggunaan materai ini dilakukan dalam berbagai bentuk perjanjian, seperti perjanjian jual beli, sewa-menyewa, perjanjian kerja, surat kuasa dan lain sebagainya. Dengan keyakinan masyarakat bahwa materai adalah tolak ukur keabsahan perjanjian tidak sedikit dari masyarakat yang rela membuat ulang suatu akta untuk dibubuhi dengan materai.
Lalu bagaimanakah kekuatan hukum materai tersebut dalam suatu perjanjian?
Suatu perjanjia berdasarkan Pasal 1338 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) menyatakan bahwa seluruh perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang berkepentinga berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dalam hal ini keberadaan materai adalah sebagai bukti. Dimana pasal 1865 KUHPer menjelaskan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
Keharusan dibubuhinya tanda tangan bertujuan untuk membedakan antara akta yang satu dengan akta yang lain. Maka, fungsi tanda tangan dalam akta adalah untuk memberi ciri sebuah akta. Alat bukti tertylis dapat dijadikan sebagai alat bukti di pengadlan yang dibububi dengan materai agar dapat dugunakan.
Namun dalam hal ini bukan berarti dengan tidak adanya materai dalam alat bukti tertulis menyebabkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dilakukan, namun akta dari perbuatan hukum yang telah dilakukan tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti pengadilan
Maka dalam hal ini dpaat diartikan bahwa dokumen atau surat perjanjian yang menggunakan sekian banyak materai namun isinya palsu tidak memiliki nilai sebgaai suatu pembuktian. Sehingga suatu perjanjian yang benar tidak bertolak ukur aka nada atau tidanya pembubuhan materai.
Sebab keabsahan dari suatu perjanjian adalah ketika perjanjian itu telah memenuhi ketentuan sebagaimana pasal 1320 KUHPerdata atau tidak. Dimana dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian, agar mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya, syarat sah suatu perjanjian yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal
Maka dapat disimpulkan suatu akta perjanjian yang di buat oleh para pihak, tidak memiliki keharusan untuk menggunakan bea materai. Bea materai tidak menjadikan syarat sahnya akta perjanjian yang dibuat. Melainkan bea materai dipergunakan untuk memberikan kekuatan hukum sebagai alat pembuktian di dalam perkara persidangan.
Sah! menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha. Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha dapat kunjungi laman Sah.co.id.
Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406