Sah! – Makna Kriminalitas berdasarkan Ilmu Kriminologi
Secara etimologi, kata kriminologi dapat diartikan dengan 2 kata yakni “crimen” serta “logos“. Crimen dapat diartikan dengan kejahatan, dan logos dapat diartikan dengan ilmu.
Maka dengan itu adapun yang dimaksud dengan kriminologi yakni mengidentifikasi mengenai kejahatan melalui suatu ilmu pengetahuan tentang bukan berarti “ilmu kejahatan/ilmu menjadi penjahat”.
Pasa masa akhir abad ke-19 merupakan masa pertama kali digunakannya klausula kriminologi ini oleh P. Topinard yakni Sarjana antropologi berasal dari Perancis.
Akan tetapi, terkait pembahasan ilmu kriminologi seperti penologi serta pembinaan terhadap narapidana telah menjadi bidang kriminologi yang ada sejak awal dapat dilihat melalui karya Cesare Beccaria serta Jeremy Bentham tahun 1700-1800 an.
Dengan kata lain, konsep ilmu sosiologis dapat mengidentifikasi gejala ciri sosial dalam peristiwa kejahatan.
Sesuai dengan perkembangan ilmiah kriminologi yang mempelajari kejahatan sebagai gejala sosial, pembelajaran tersebut tidak dilakukan hanya oleh ilmu tunggal, tetapi ditopang oleh pilar- pilar ilmu sosial yang meliputi:
- Sosiologi kejahatan.
- Sosiologi perilaku menyimpang.
- Sosiologi hukum
- Sosiologi peradilan pidana
- Penologi.
- Viktimologi
- Pengendalian sosial kejahatan.
- Kebijakan criminal
Dalam lingkungan sosial masyarakat kita dapat mempelajari gejala bentuk peristiwa kejahatan.
Maka dengan itu, memang benar bahwa dapat meninjau atau mengidentifikasi suatu peristiwa-peristiwa timbulnya kejahatan melalui berbagai jenis penyebab sosial dalam ilmu sosiologi.
Seperti proses kohesi sosial, sosialisasi nilai serta norma sosial, struktur sosial, kebudayaan, ketidakadilan sosial, disintegrasi sosial keadilan sosial, dan pengendalian sosial
Adapun terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya pola-pola tingkah laku kejahatan, antara lain:
-
Kebiasaan
Faktor kebiasaan dapat menjadi penyebab terjadinya kejahatan.
Beberapa faktor penyebab kejahatan yang terkait dengan kebiasaan meliputi lingkungan yang kurang baik, tekanan ekonomi, dan kebutuhan hidup seseorang yang mendorong mereka untuk mengambil jalan pintas dengan melakukan kejahatan.
Selain itu, faktor-faktor seperti lingkungan, keluarga, pendidikan, agama, dan penegakan hukum juga memainkan peran dalam timbulnya kejahatan.
Misalnya, faktor ekonomi, lingkungan, pendidikan, penegakan hukum, individu, dan perkembangan global dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan kejahatan. Adapun contoh kasusnya antara lain:
-
Kebiasaan mencuri sejak kecil
Contoh kasus: Anak laki-laki baru berumur 13 tahun terbiasa mencuri uang di rumah tetangga untuk membeli rokok dan game online.
Hal ini berawal karena kurangnya pengawasan dan kasih sayang orang tua serta pengaruh pergaulan yang salah. Dasar hukum: Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 59 dan pasal 71 ayat (2).
-
Terbiasa melakukan perjudian
Contoh kasus: Seorang pria setiap hari menghabiskan waktunya di arena judi sabung ayam. Untuk memenuhi kebutuhan judinya, ia rela menggelapkan uang kantor tempatnya bekerja.
Dasar hukum: KUHP pasal 303.
-
Kecanduan narkoba yang menyebabkan tindak kriminal
Contoh kasus: Seorang pemuda terjerat kasus pencurian dengan pemberatan karena under the influence of drugs. Ia nekat mencuri motor tetangga untuk dijual guna membeli narkoba.
Dasar hukum: Undang-Undang Narkotika pasal 127
-
Tinggal di lingkungan kumuh rawan kriminalitas
Contoh kasus: Seorang remaja putri yang tinggal di permukiman kumuh terbiasa menjadi pengantin kontrak bagi pria-pria hidung belang. Ia terjerat kasus perzinaan yang dilaporkan tetangganya.
Dasar hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 284.
-
Tata Kelakuan
Suatu perilaku kejahatan dapat disebut sebagai tindak kejahatan, maka perilaku tersebut harus memiliki niatan dan dilakukan secara sadar (mens rea) serta tindakan konkret (actus reus).
Dalam konteks tata kelakuan sebagai faktor penyebab terjadinya kejahatan, terdapat beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kejahatan, seperti pencurian kendaraan bermotor, antara lain meliputi faktor ekonomi, lingkungan, pendidikan, dan penegakan hukum. Secara yuridis, faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan juga perlu diperhatikan dalam menangani tindak kriminal.
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya kejahatan terkait dengan tata kelakuan :
- Faktor Ekonomi: Ketidakadilan ekonomi dan kemiskinan dapat menjadi penyebab terjadinya kejahatan.
- Faktor Pendidikan: Kurangnya kualitas pendidikan dan penyalahgunaan oportunitas pendidikan dapat menyebabkan kejahatan.
- Faktor Sosial: Kesalahan dalam hubungan sosial, seperti ketergantungan pada guru, kerentanan, dan ketidakpastian, dapat menjadi penyebab kejahatan.
- Faktor Lingkungan: Kerusakan lingkungan, seperti ketidakan peluang pekerjaan, fokus pada keluarga, dan kerentanan, dapat menjadi penyebab kejahatan.
- Faktor Psikologis: Gangguan fisik dan mental, serta perubahan perilaku yang disebabkan oleh stres, dapat menjadi penyebab kejahatan.
Sebagai contoh, kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan dapat mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan ekonomi seperti pencurian kendaraan bermotor.
Selain itu, rendahnya budi pekerti dan mengendurnya ikatan sosial di masyarakat juga dapat menjadi pemicu terjadinya kejahatan.
Selain itu, kasus-kasus yang dapat dikaitkan dengan tata kelakuan seperti faktor-faktor psikologis dan lingkungan memainkan peran penting dalam peristiwa kekerasan dalam rumah tangga.
Dari segi dasar hukum, penanganan kasus-kasus tersebut melibatkan berbagai aspek regulasi, seperti hukum pidana dan perlindungan korban kejahatan, yang menjadi landasan dalam penegakan hukum dan penegakan keadilan.
Selain itu, kejahatan juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang menyatakan bahwa perilaku yang disanggai sebagai kriminal tidak sendiri, tetapi merupakan hasil dari penetapan dan ketergantungan sosial.
Sebagai contoh, dalam kasus pencurian kendaraan bermotor, faktor-faktor eksternal seperti kesenjangan sosial, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan dapat menjadi pemicu terjadinya kejahatan.
-
Hukum: Mode formal control
Pembangunan dalam segala arah dapat ditunjang melalui turut adanya arahan peran pembangunan bidang hukum di Indonesia.
Perubahan sosial menjadi salah satu tujuan untuk menciptakan ketertiban dalam kehidupan sosial melalui pendayagunaan hukum.
Masyarakat yang melakukan pelanggaran hukum dapat dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan yang berlaku, hal ini akan dapat menjadi alat mempersatukan masyarakat akibat dari adanya bentuk perspektif kontrol sosial.
Pada umunya, pembangunan serta perubahan sosial dapat didorong turut dengan adanya pembangunan hukum.
Apabila menginginkan kemajuan dalam hal yang lebih baik maka diperlukan adanya perencanaan pembangunan yang baik begipula sebaliknya apabila kita tidak dapat mempersiapkan pembangunan dengan baik maka konsekuensi buruk juga akan menjadi dampaknya.
Adapun penyalahgunaan wewenang, penyimpangan, serta bentuk-bentuk pelanggaran bidang hukum seperti tujuan memperkaya diri sendiri merupakan dampak negatif dalam pembangunan. Adapun contohnya seperti:
- Penyalahgunaan yang dapat memberikan bentuk kerugian bagi sektor keuangan negara yang dilakukan oleh oknum pejabat penegak hukum hingga dilakukan turut oleh pemerintah.
- Bentuk kejahatan asosiasi criminal, korporasi, hingga individu yang bertujuan demi kepentingan diri sendiri memperkaya dengan aksi kejahatan KKN dimana tentunya dapat menyebabkan kerugian bagi negara ataupun individu.
Dimana melakukan aksi untuk mempermudah segala hal menjadi ekonomis melalui penyuapan terhadap pejabat negara.
Lembaga sosial resmi memiliki tugas dalam melakukan pengendalian sosial formal dalam masyarakat hal ini dinyatakan oleh Elly M. Setiadi selaku pakar sosiologi.
Pemerintah yang bertugas membentuk lembaga sosial resmi ini lalu keberadaan lembaga ini akan mendapat pengakuan melalui pihak yang tidak terlibat melakukan suatu bentuk penyimpangan-penyimpangan sosial.
Pengendalian sosial formal tersebut meskipun tidak selalu namun cenderung memiliki sifat represif, memaksa serta mampu memberikan hukuman bagi pihak yang melakukan penyimpangan.
Masyarakat dalam hal ini tentu akan terust dituntut patuh terhadap peraturan hukum yang ada meskipun beberapa pihak masyarakat tetap kerap kali juga melakukan pelanggaran.
Kesimpulannya yakni pengendalian sosial formal merupakan salah satu upaya dalam melakukan pengendalian sosial yang berlandaskan pada peraturan hukum dan dilaksanakan melalui lembaga sosial resmi.
Kunjungi laman berita hukum terpilih yang disajikan melalui website Sah.co.id. Baca berita terbaru lainnya dan kunjungi juga website Sah.co.id atau bisa hubungi WA 0856 2160 034 untuk informasi pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.
Source:
Arrasyid Chainur. 2011. Kriminologi Dalam Hukum Pidana. Bandung: Citra Adhitya Bhakti.
Barda, Nawawi Arief. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Mahrus, Ali. 2011. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
Mustofa, M. Kriminologi: Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Meyimpang. (Prenada Media, 2021).
Sutriadi, Deawit, and Frans Simangunsong. “Dinamika Persinggungan Hukum Administrasi dan Hukum Pidana di Indonesia.” Jurnal Inovasi Penelitian 3, no. 2 (2022): 5013-5028.
Kelsen, Hans. 1999. General Theory of Law. Lawbook Exchange Publisher.
Negara, Direktorat Jenderal Kekayaan. “Peran Hakim Terkait Dengan Mala In Se versus Mala Prohibita, Dalam Hukum Pidana.” diakses pada 12 December 2023. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/15198/Peran-Hakim-terkait-Dengan-Mala- In-Se-versus-Mala-Prohibita-Dalam-Hukum-Pidana.html.