Berita Hukum Legalitas Terbaru
Pajak  

Bagaimana Dengan Pajak Joint Operation (Kerja Sama Operasional)

Ilustrasi Faktur Pajak Transaksi Kedutaan Luar Negeri dengan NPWP 0000

Sah! – Dalam dunia bisnis yang dinamis dan semakin kompleks, kerja sama menjadi kunci untuk menyelesaikan proyek-proyek besar yang melibatkan sumber daya, keahlian, dan pembagian risiko. Salah satu bentuk kerja sama yang umum dijumpai adalah Joint Operation (JO).

Meski tak sepopuler istilah joint venture, JO memegang peran penting terutama dalam proyek-proyek sektor konstruksi, energi, hingga pertambangan. Namun, seiring dengan kolaborasi usaha ini, muncul pula pertanyaan penting: bagaimana dengan kewajiban pajaknya?

Apa Itu Joint Operation?

Joint Operation (JO) adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk menjalankan suatu proyek atau kegiatan usaha tanpa membentuk badan usaha baru. Artinya, para pihak tetap berdiri sebagai entitas hukum masing-masing, namun mereka mengelola proyek secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan tertulis.

Contohnya, dua perusahaan konstruksi PT Alfa dan PT Beta bersepakat untuk membangun jalan tol. Mereka membagi sumber daya, tanggung jawab, dan hasil proyek sesuai porsi yang ditentukan dalam perjanjian. Namun, mereka tidak membentuk perusahaan baru, melainkan menjalankan proyek tersebut sebagai sebuah operasi gabungan.

Joint Operation dalam Perspektif Pajak

Meskipun JO tidak berbadan hukum, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperlakukan JO sebagai subjek pajak tersendiri. Artinya, JO wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama joint operation itu sendiri. Ini menjadi poin penting yang sering kali belum dipahami oleh pelaku usaha.

Jadi, JO tidak boleh menggunakan NPWP dari salah satu anggotanya. Dengan memiliki NPWP sendiri, JO akan memiliki tanggung jawab perpajakan yang berdiri sendiri pula, terpisah dari kewajiban masing-masing anggota.

Kewajiban Pajak JO

Setelah JO terdaftar di DJP dan memiliki NPWP, maka JO memiliki kewajiban pajak layaknya badan usaha lainnya, antara lain:

  • Menyampaikan SPT Masa dan SPT Tahunan Badan atas nama JO.
  • Memungut atau memotong pajak sesuai dengan jenis transaksi, seperti:
    • PPh Pasal 21 (jika mempekerjakan karyawan),
    • PPh Pasal 23 (jika membayar jasa/vendor),
    • PPh Final Pasal 4 ayat (2),
    • PPN (jika JO dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak).
  • Menerbitkan faktur pajak jika melakukan penyerahan barang/jasa kena pajak kepada pihak ketiga.

JO pun berhak melakukan kredit pajak masukan, dan bisa mengajukan restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak) sesuai ketentuan.

Kewajiban Pajak Anggota JO

Selain kewajiban JO itu sendiri, setiap anggota JO juga memiliki tanggung jawab pajak atas bagian penghasilan yang diterimanya. Masing-masing pihak akan:

  • Mengakui bagian penghasilan dan beban dari proyek dalam laporan keuangannya,
  • Melaporkannya dalam SPT Tahunan Badan masing-masing,
  • Menyetor PPh Badan atas bagian laba sesuai proporsinya.

Dengan kata lain, meskipun JO punya NPWP dan tanggung jawab pajak tersendiri, pajak atas hasil usaha tetap dikenakan kepada masing-masing anggota, bukan ke JO sebagai entitas terpisah.

Ilustrasi Sederhana

Bayangkan PT Alfa dan PT Beta bekerja sama membangun jalan tol senilai Rp 10 miliar. Dalam perjanjian JO, PT Alfa memiliki porsi 60% dan PT Beta 40%.

  1. JO mendaftar NPWP sendiri dan bertanggung jawab atas pelaporan pajak proyek tersebut.
  2. Semua transaksi yang dilakukan oleh JO – pembelian bahan, pembayaran vendor, gaji pekerja – akan dikenai pajak sebagaimana lazimnya.
  3. Setelah proyek selesai, keuntungan dibagi: PT Alfa menerima Rp 6 miliar, PT Beta Rp 4 miliar.
  4. Masing-masing perusahaan akan melaporkan bagian laba tersebut di SPT Tahunan mereka.

Dokumen dan Persyaratan untuk NPWP JO

Untuk mendaftarkan JO ke DJP, biasanya dibutuhkan:

  • Perjanjian kerja sama atau akta JO,
  • NPWP dan dokumen pengurus dari masing-masing pihak,
  • Surat kuasa bila pendaftaran dilakukan oleh pihak ketiga.

DJP akan memberikan NPWP baru atas nama JO, yang kemudian digunakan dalam seluruh pelaporan dan pembayaran pajak terkait proyek tersebut.

Joint Operation menawarkan fleksibilitas dan efisiensi dalam menyelesaikan proyek-proyek besar tanpa harus membentuk entitas baru. Namun, meski kolaboratif, tanggung jawab pajak JO tetap mandiri dan tidak bisa dianggap bagian dari entitas anggotanya.

Memahami kewajiban pajak JO sejak awal sangat penting untuk menghindari sanksi administrasi atau denda yang bisa muncul akibat kelalaian pelaporan. Dengan manajemen pajak yang baik, JO tidak hanya sukses dalam proyek, tapi juga patuh pada kewajiban fiskal negara.

Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406

WhatsApp us

Exit mobile version