Berita Hukum Legalitas Terbaru
Hukum  

Regulasi Hukum terhadap Penyediaan Jasa Freelance dan Gig Economy di Indonesia

Ilustrasi Risiko Hukum Penyediaan Jasa Freelance dan Gig Economy

Sah! – Di tengah perkembangan ekonomi digital, model kerja freelance dan gig economy semakin populer di Indonesia.

Banyak perusahaan dan individu kini lebih memilih menggunakan jasa freelance untuk menyelesaikan proyek tertentu atau memanfaatkan platform gig economy seperti Gojek, Grab, Tokopedia, dan platform freelance internasional seperti Upwork dan Fiverr.

Meski demikian, regulasi hukum terkait penyediaan jasa freelance dan gig economy di Indonesia masih berada dalam tahap perkembangan dan belum sepenuhnya diatur dengan jelas.

1. Pengertian Freelance dan Gig Economy

Sebelum membahas regulasi hukum, penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan freelance dan gig economy:

  • Freelance: Freelance adalah bentuk pekerjaan di mana individu bekerja secara independen dan tidak terikat oleh kontrak kerja jangka panjang dengan satu pemberi kerja. Freelancer biasanya menerima proyek atau tugas tertentu dan dibayar berdasarkan proyek yang diselesaikan, bukan berdasarkan gaji tetap.
  • Gig Economy: Gig economy adalah sistem ekonomi di mana pekerjaan sementara atau kontrak jangka pendek (gig) menjadi populer. Dalam gig economy, pekerja menyediakan layanan atau jasa melalui platform digital yang menghubungkan mereka dengan pelanggan. Contoh umum gig economy di Indonesia termasuk ojek online, pengiriman makanan, atau pekerjaan lain yang ditawarkan melalui aplikasi.

2. Kerangka Hukum yang Mengatur Pekerjaan Freelance

Salah satu tantangan utama dalam mengatur pekerjaan freelance di Indonesia adalah kurangnya regulasi yang secara spesifik mencakup pekerja freelance.

Sebagian besar regulasi ketenagakerjaan di Indonesia berfokus pada pekerja tetap dengan kontrak jangka panjang, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 (UU Ketenagakerjaan) dan aturan turunannya.

Namun, pekerjaan freelance berada di luar hubungan kerja formal ini, sehingga sering kali tidak terikat oleh perlindungan yang sama.

Beberapa aspek hukum yang relevan bagi pekerja freelance di Indonesia antara lain:

a. Perjanjian Kerja Freelance

Pekerja freelance umumnya dipekerjakan berdasarkan perjanjian kerja kontrak yang bersifat sementara. Meskipun UU Ketenagakerjaan tidak secara khusus mengatur tentang perjanjian kerja freelance, perjanjian ini tetap diakui berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Poin-poin penting yang harus dicantumkan dalam perjanjian kerja freelance meliputi:

  • Tugas dan tanggung jawab: Rincian pekerjaan yang harus diselesaikan oleh freelancer.
  • Upah: Besaran pembayaran yang disepakati untuk pekerjaan tersebut.
  • Batas waktu: Tenggat waktu untuk penyelesaian proyek.
  • Kepemilikan hak cipta: Siapa yang memiliki hak atas hasil pekerjaan (misalnya desain, tulisan, atau produk digital lainnya).

b. Perlindungan Sosial

Pekerja freelance sering kali tidak memiliki perlindungan sosial yang sama seperti pekerja tetap. Misalnya, mereka mungkin tidak mendapatkan akses ke jaminan sosialasuransi kesehatan, atau jaminan pensiun.

Namun, pemerintah Indonesia melalui BPJS Ketenagakerjaan telah memperkenalkan program BPU (Bukan Penerima Upah) yang memungkinkan freelancer untuk mendaftar secara mandiri dan mendapatkan manfaat seperti jaminan kecelakaan kerja dan jaminan hari tua.

3. Regulasi Gig Economy di Indonesia

Platform gig economy yang berkembang pesat di Indonesia, seperti GojekGrab, dan lainnya, telah memunculkan tantangan hukum baru.

Meskipun banyak pekerja gig dianggap sebagai pekerja independen, ada perdebatan terkait status hukum mereka, terutama dalam hal perlindungan tenaga kerja dan hak-hak sosial.

Beberapa aspek hukum yang perlu diperhatikan terkait gig economy di Indonesia adalah:

a. Status Hukum Pekerja Gig

Secara hukum, pekerja gig sering kali dianggap sebagai kontraktor independen atau pekerja lepas. Mereka tidak diakui sebagai pekerja tetap oleh platform tempat mereka bekerja.

Oleh karena itu, mereka tidak mendapatkan hak-hak yang sama seperti pekerja tetap, termasuk tunjangan, perlindungan hukum, dan jaminan sosial.

Namun, ada tuntutan dari berbagai pihak, termasuk serikat pekerja, agar pekerja gig economy mendapatkan perlindungan lebih baik, mengingat ketergantungan mereka pada platform dan risiko pekerjaan yang mereka hadapi. Isu ini menjadi semakin mendesak di tengah meningkatnya popularitas gig economy.

b. Perlindungan Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial

Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa perusahaan gig economy di Indonesia telah bermitra dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan akses kepada pekerja gig, seperti pengemudi ojek online, ke program jaminan sosial.

Namun, partisipasi dalam program ini sering kali bersifat sukarela, dan banyak pekerja gig yang masih belum terlindungi oleh jaminan ketenagakerjaan yang memadai.

4. Aspek Perpajakan dalam Jasa Freelance dan Gig Economy

Freelancer dan pekerja gig economy di Indonesia wajib mematuhi ketentuan pajak yang berlaku. Mereka harus melaporkan pendapatan mereka dan membayar Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan tarif yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Poin-poin perpajakan yang perlu diperhatikan oleh freelancer dan pekerja gig economy adalah:

  • NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak): Freelancer wajib memiliki NPWP dan melaporkan penghasilan mereka melalui SPT Tahunan.
  • PPh Pasal 21 atau Pasal 23: Tergantung pada jenis kontrak dan penghasilan, freelancer dapat dikenakan PPh Pasal 21 atau Pasal 23, yang harus dilaporkan setiap tahun.
  • Pajak Final untuk UMKM: Jika freelancer menjalankan usaha kecil dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun, mereka dapat memanfaatkan skema pajak final sebesar 0,5% dari omzet bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018.

5. Tantangan Hukum dalam Gig Economy dan Freelance

Meskipun pekerjaan freelance dan gig economy memberikan fleksibilitas bagi pekerja dan pengusaha, ada beberapa tantangan hukum yang dihadapi di Indonesia:

a. Kurangnya Perlindungan Hukum

Seperti yang telah disebutkan, freelancer dan pekerja gig sering kali tidak mendapatkan perlindungan hukum yang sama seperti pekerja tetap.

Ini termasuk hak atas cuti, upah minimum, dan perlindungan dalam hal pemutusan hubungan kerja yang tidak adil. Regulasi yang lebih jelas dan komprehensif diperlukan untuk melindungi pekerja di sektor ini.

b. Ketidakpastian Status Hukum Pekerja Gig

Status hukum pekerja gig sebagai kontraktor independen sering kali menjadi perdebatan. Beberapa pekerja gig merasa bahwa mereka memiliki ketergantungan yang besar pada platform dan layak mendapatkan perlindungan hukum yang lebih baik, seperti jaminan sosial dan hak pekerja lainnya.

Ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah mereka harus diakui sebagai pekerja tetap atau tetap dianggap sebagai pekerja independen.

c. Kepastian Hukum dalam Penyelesaian Sengketa

Dalam kasus perselisihan antara freelancer atau pekerja gig dan klien atau platform, penyelesaian sengketa sering kali menjadi rumit. Banyak freelancer yang tidak memiliki kontrak kerja yang jelas, yang dapat menyebabkan kesulitan dalam menuntut pembayaran atau hak-hak lain yang belum dipenuhi.

6. Langkah-langkah untuk Mematuhi Regulasi Freelance dan Gig Economy

Untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku, freelancer, pekerja gig, dan bisnis yang memanfaatkan jasa mereka perlu memperhatikan beberapa hal berikut:

  1. Perjanjian Tertulis yang Jelas: Setiap pekerjaan freelance atau gig harus didasarkan pada perjanjian tertulis yang jelas, termasuk mengenai upah, tugas, batas waktu, dan hak atas hasil pekerjaan.
  2. Pendaftaran ke BPJS Ketenagakerjaan: Freelancer dan pekerja gig disarankan untuk mendaftar secara mandiri ke program BPJS Ketenagakerjaan untuk mendapatkan perlindungan jaminan sosial.
  3. Pelaporan Pajak yang Tepat: Freelancer harus memastikan bahwa mereka melaporkan penghasilan dan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  4. Mengikuti Perkembangan Regulasi: Pengusaha yang memanfaatkan jasa freelance atau platform gig economy harus selalu memantau perkembangan regulasi hukum terkait untuk memastikan bahwa mereka mematuhi ketentuan yang berlaku.

Kesimpulan

Meskipun ekonomi freelance dan gig economy terus berkembang pesat di Indonesia, regulasi hukum yang mengatur sektor ini masih memerlukan penyesuaian untuk memberikan perlindungan yang memadai kepada pekerja.

Freelancer dan pekerja gig harus proaktif dalam memastikan perlindungan hukum dan keamanan finansial mereka, sementara perusahaan dan platform juga harus mematuhi kewajiban hukum yang ada. Dengan demikian, kedua belah pihak dapat beroperasi dengan lebih aman dan terlindungi di era digital ini.

Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406

Sumber:

  1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
  2. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Final untuk UMKM.
  3. Program BPJS Ketenagakerjaan untuk Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *