Bagaimana analisis mengenai keberlakuan Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis di Indonesia? Berikut kami berikan penjelasannya.
Hukum merupakan sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat dalam suatu negara. Di Indonesia, hukum terbagi menjadi dua jenis, yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
Kedua jenis hukum ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan, namun pada saat yang sama juga saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain.
Sejarah Hukum Tertulis di Indonesia
Hukum tertulis di Indonesia berawal sejak masa penjajahan Belanda, dimana Belanda memperkenalkan hukum tertulis yang berbasis pada hukum Eropa.
Hukum tertulis yang diberlakukan oleh Belanda di Indonesia terdiri dari hukum perdata (burgerlijk wetboek), hukum pidana (wetboek van strafrecht), hukum agama (kerkordening), dan hukum administrasi (algemene wet bestuursrecht).
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, hukum tertulis yang diberlakukan masih merupakan hukum Belanda yang telah diadopsi oleh Indonesia.
Namun, pada tahun 1950-an, Indonesia mulai memperbaharui hukum tertulis yang telah ada dengan mengadopsi hukum-hukum baru yang lebih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Indonesia.
Contohnya, pada tahun 1950, Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Dasar Sementara (UUD Sementara) yang merupakan hukum dasar tertulis pertama di Indonesia setelah merdeka.
Selanjutnya, pada tahun 1950 juga diterbitkan Undang-Undang Perburuhan (UU No. 13/1950), yang mengatur tentang hak dan kewajiban buruh serta hubungan industrial.
Pada tahun 1960-an, Indonesia juga mengeluarkan beberapa undang-undang baru yang mengatur tentang hak-hak asasi manusia, kehutanan, dan pertambangan.
Sejarah Hukum Tidak Tertulis di Indonesia
Sementara itu, hukum tidak tertulis di Indonesia merupakan warisan dari masa lalu yang masih dipertahankan dan diterapkan sampai saat ini.
Hukum tidak tertulis di Indonesia berasal dari adat istiadat yang telah berkembang sejak zaman prasejarah.
Adat istiadat tersebut merupakan aturan-aturan yang diakui dan dipertahankan oleh masyarakat setempat.
Perbedaan Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis
Kedua jenis hukum ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan, di antaranya adalah:
- Bentuk Hukum tertulis berbentuk undang-undang yang ditetapkan oleh lembaga legislatif seperti DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) atau MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Sedangkan hukum tidak tertulis tidak memiliki bentuk yang tertulis, melainkan merupakan aturan-aturan yang diakui dan dipertahankan oleh masyarakat yang berlaku secara turun-temurun.
- Sumber Hukum tertulis memiliki sumber yang jelas dan teridentifikasi, yaitu undang-undang yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. Sementara itu, hukum tidak tertulis tidak memiliki sumber yang jelas, melainkan merupakan hasil dari proses evolusi yang terjadi secara turun-temurun dalam masyarakat.
- Jenis Hukum tertulis terbagi menjadi hukum perdata, hukum pidana, hukum agama, dan hukum administrasi. Sementara itu, hukum tidak tertulis terbagi menjadi adat istiadat, adat resmi, dan adat kebiasaan.
- Penegakan Hukum tertulis di Indonesia dipegang oleh lembaga penegak hukum seperti pengadilan dan kepolisian. Sementara itu, hukum tidak tertulis dipegang oleh masyarakat sendiri yang bertanggung jawab untuk menegakkannya.
Implikasi Perkembangan Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis di Indonesia
Perkembangan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis di Indonesia memiliki implikasi yang cukup signifikan bagi kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Beberapa implikasi tersebut antara lain:
- Penyelesaian sengketa Hukum tertulis di Indonesia dapat dijadikan sebagai landasan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di masyarakat. Sementara itu, hukum tidak tertulis lebih cocok digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di lingkungan masyarakat yang lebih kecil, seperti sengketa antar keluarga atau sengketa di lingkungan desa.
- Perlindungan hak asasi Hukum tertulis di Indonesia memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang diakui oleh negara. Hal ini
- ini tercermin dalam berbagai undang-undang yang mengatur tentang hak-hak asasi manusia, seperti UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sementara itu, hukum tidak tertulis tidak memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang sama.
- Pembangunan Perkembangan hukum tertulis di Indonesia juga berimplikasi pada pembangunan di Indonesia. Dengan adanya undang-undang yang mengatur tentang pertambangan, kehutanan, dan lainnya, maka pembangunan di Indonesia dapat berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh negara. Sementara itu, hukum tidak tertulis tidak memberikan panduan yang jelas mengenai pembangunan di Indonesia.
Perlindungan terhadap masyarakat adat Hukum tertulis di Indonesia juga memberikan perlindungan terhadap masyarakat adat yang masih memegang teguh adat istiadatnya.
Hal ini tercermin dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengakui hak-hak masyarakat adat untuk memelihara dan mengembangkan adat istiadatnya.
Sementara itu, hukum tidak tertulis seringkali tidak diakui oleh lembaga penegak hukum, sehingga menyebabkan masyarakat adat kesulitan dalam mempertahankan adat istiadatnya.
Kesimpulan
Hukum tertulis dan hukum tidak tertulis merupakan dua jenis hukum yang berbeda di Indonesia. Hukum tertulis merupakan hukum yang ditetapkan oleh lembaga legislatif dan dipegang oleh lembaga penegak hukum, sementara hukum tidak tertulis merupakan aturan-aturan yang diakui dan dipertahankan oleh masyarakat yang berlaku secara turun-temurun.
Perkembangan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis di Indonesia memiliki implikasi yang cukup signifikan bagi kehidupan bermasyarakat di Indonesia, di antaranya adalah penyelesaian sengketa, perlindungan hak asasi, pembangunan, dan perlindungan terhadap masyarakat adat.
Sumber:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Undang-Undang Dasar Sementara 1950
- Undang-Undang Perburuhan 1950
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
- S. Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum: Pendekatan Sosiologis dan Praktis, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010.
- M. Mursyid, Hukum Adat Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009.