Berita Hukum Legalitas Terbaru
Hukum  

Penerapan Aliran Positivisme Hukum di Indonesia: Sejarah, Ciri-Ciri, dan Implikasinya

red and white flag beside beach

Bagaimana analisis tentang penerapan aliran Positivisme Hukum di Indonesia beserta ciri-cirinya? berikut penjelasannya.

Aliran positivisme hukum merupakan salah satu aliran filsafat hukum yang berkembang di dunia dan juga terdapat di Indonesia.

Aliran ini bertujuan untuk menghasilkan hukum yang bersifat obyektif, yang tidak terpengaruh oleh faktor-faktor subyektif seperti emosi, kepentingan pribadi, atau agama.

Baca Juga : Inilah Perbedaan Regulasi Pekerja Outsourcing di UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja

Aliran ini beranggapan bahwa hukum merupakan produk dari kebijakan pemerintah yang dibuat berdasarkan prinsip-prinsip rasional dan logis, dan tidak terkait dengan nilai-nilai moral atau kepercayaan.

Sejarah Aliran Positivisme Hukum di Indonesia

Aliran positivisme hukum pertama kali dikenalkan di Indonesia oleh Guillaume Ferdinand de Montmorillon pada tahun 1864 melalui bukunya yang berjudul “De la Loi Naturelle et des Premiers Devoirs de l’Homme”.

Buku tersebut merupakan terjemahan dari buku John Locke yang berjudul “Two Treatises of Government” yang membahas tentang hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi.

Setelah itu, aliran positivisme hukum mulai dikembangkan oleh para ahli hukum Indonesia seperti Soerjono Soekanto, Jimly Asshiddiqie, dan Mochtar Kusumaatmadja.

Baca Juga : Pemahaman Tentang Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Mereka berusaha untuk menerapkan prinsip-prinsip positivisme hukum di Indonesia dengan mengacu pada hukum positif yang berlaku di negara-negara Barat seperti Inggris dan Belanda.

Ciri-Ciri Aliran Positivisme Hukum di Indonesia

Ada beberapa ciri yang menunjukkan bahwa aliran positivisme hukum telah diterapkan di Indonesia, diantaranya adalah:

  1. Hukum merupakan produk dari kebijakan pemerintah. Menurut aliran positivisme hukum, hukum merupakan produk dari kebijakan pemerintah yang dibuat berdasarkan prinsip-prinsip rasional dan logis. Hukum tidak terkait dengan nilai-nilai moral atau kepercayaan, melainkan hanya merupakan refleksi dari kebijakan pemerintah yang bersifat obyektif.
  2. Hukum tidak terpengaruh oleh faktor-faktor subyektif. Aliran positivisme hukum menekankan bahwa hukum harus terlepas dari faktor-faktor subyektif seperti emosi, kepentingan pribadi, atau agama. Hukum harus dianggap sebagai suatu sistem yang terpisah dari kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, sehingga tidak terpengaruh oleh faktor-faktor tersebut.
  3. Hukum harus bersifat obyektif dan terukur. Menurut aliran positivisme hukum, hukum harus bersifat obyektif dan terukur, yaitu tidak terpengaruh oleh faktor-faktor subyektif dan dapat diukur dengan cara yang objektif. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya diskriminasi atau kecurangan dalam penerapan hukum.
  4. Penerapan hukum harus sesuai dengan prinsip-prinsip rasional dan logis. Aliran positivisme hukum menekankan bahwa penerapan hukum harus sesuai dengan prinsip-prinsip rasional dan logis. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya keputusan hukum yang tidak masuk akal atau tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum.

Baca Juga : Perkembangan Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis di Indonesia: Sejarah, Perbedaan, dan Implikasinya

Implikasi Penerapan Aliran Positivisme Hukum di Indonesia

Penerapan aliran positivisme hukum di Indonesia telah memberikan beberapa implikasi bagi pengembangan hukum dan penerapan hukum di Indonesia, diantaranya adalah:

  1. Pemerintah memiliki kewenangan untuk menetapkan hukum

Penerapan aliran positivisme hukum di Indonesia menekankan bahwa hukum merupakan produk dari kebijakan pemerintah. Hal ini berarti bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk menetapkan hukum yang berlaku di Indonesia.

  1. Hukum yang berlaku harus sesuai dengan prinsip-prinsip rasional dan logis

Aliran positivisme hukum menekankan bahwa penerapan hukum harus sesuai dengan prinsip-prinsip rasional dan logis. Hal ini berarti bahwa hukum yang berlaku di Indonesia harus sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Baca Juga : Tujuan Hukum Dalam RKUHP Apakah Sudah Sesuai?

  1. Penerapan hukum harus obyektif dan terukur

Penerapan aliran positivisme hukum di Indonesia menekankan bahwa hukum harus bersifat obyektif dan terukur.

Hal ini berarti bahwa penerapan hukum di Indonesia harus dilakukan secara obyektif tanpa terpengaruh oleh faktor-faktor subyektif seperti emosi, kepentingan pribadi, atau agama. Selain itu, penerapan hukum juga harus dapat diukur dengan cara yang objektif, sehingga tidak terdapat diskriminasi atau kecurangan dalam penerapan hukum.

  1. Penegakan hukum harus merata dan adil

Penerapan aliran positivisme hukum di Indonesia juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang merata dan adil bagi masyarakat. Hal ini berarti bahwa semua orang harus diakui hak-haknya sesuai dengan hukum yang berlaku, tanpa terdapat diskriminasi atau kecurangan dalam penegakan hukum.

Keesimpulan

Aliran positivisme hukum merupakan salah satu aliran filsafat hukum yang telah diterapkan di Indonesia. Aliran ini bertujuan untuk menghasilkan hukum yang bersifat obyektif, yang tidak terpengaruh oleh faktor-faktor subyektif seperti emosi, kepentingan pribadi, atau agama.

Ciri-ciri dari aliran ini di Indonesia diantaranya adalah hukum merupakan produk dari kebijakan pemerintah, hukum tidak terpengaruh oleh faktor-faktor subyektif, hukum harus bersifat obyektif dan terukur, serta penerapan hukum harus sesuai dengan prinsip-prinsip rasional dan logis.

Penerapan aliran ini di Indonesia telah memberikan beberapa implikasi bagi pengembangan hukum dan penerapan hukum di Indonesia, diantaranya adalah pemerintah memiliki kewenangan untuk menetapkan hukum, hukum yang berlaku harus sesuai dengan prinsip-prinsip rasional dan logis, penerapan hukum harus obyektif dan terukur, serta penegakan hukum harus merata dan adil.

Sumber Referensi:

  1. “Filsafat Hukum” karya Jimly Asshiddiqie
  2. “Pengantar Filsafat Hukum” karya Mochtar Kusumaatmadja
  3. “Sejarah Hukum Indonesia” karya Soerjono Soekanto
  4. “Positivisme Hukum” karya Guillaume Ferdinand de Montmorillon
  5. “Two Treatises of Government” karya John Locke
  6. “De la Loi Naturelle et des Premiers Devoirs de l’Homme” karya Guillaume Ferdinand de Montmorillon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *