Berita Hukum Legalitas Terbaru
KUHP  

Pasal 39 KUHP Terbaru: Pembebasan dari Pidana bagi Pelaku dengan Disabilitas Mental atau Intelektual Berat

Ilustrasi pasal KUHP

Sah !- “Ignorantia legis neminem excusat” — “Ketidaktahuan hukum tidak membebaskan seseorang dari tanggung jawab,” tetapi Pasal 39 UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHP mengatur bahwa seseorang yang menyandang disabilitas mental dalam keadaan kekambuhan akut dengan gambaran psikotik atau disabilitas intelektual derajat sedang atau berat, tidak dapat dijatuhi pidana namun dapat dikenai tindakan khusus.

Pengantar: Pertanggungjawaban Pidana dalam Kondisi Disabilitas Mental atau Intelektual Berat

Hukum pidana biasanya mengharuskan adanya kesadaran dan kemampuan mental yang memadai untuk dapat mempertanggungjawabkan suatu tindak pidana. Namun, Pasal 39 UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHP memberikan perlakuan khusus bagi individu yang menyandang disabilitas mental atau intelektual yang parah.

Dalam kasus-kasus ini, jika disabilitas tersebut sangat mempengaruhi kemampuan mental pelaku, maka mereka tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi tindakan lain yang lebih sesuai dapat diterapkan.

Berikut adalah kutipan lengkap dari Pasal 39 UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHP:

  • Pasal 39: Pembebasan dari Pidana bagi Pelaku dengan Disabilitas Mental atau Intelektual Berat
    • Setiap Orang yang pada waktu melakukan Tindak Pidana menyandang disabilitas mental yang dalam keadaan kekambuhan akut dan disertai gambaran psikotik dan/atau disabilitas intelektual derajat sedang atau berat tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan.

Penjelasan Mendalam: Pembebasan dari Pidana dan Penerapan Tindakan Khusus

Pasal 39 UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHP menegaskan bahwa seseorang dengan disabilitas mental atau intelektual yang parah tidak dapat dikenai hukuman pidana dalam kondisi tertentu. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai elemen-elemen penting dari pasal ini:

1. Kekambuhan Akut dengan Gambaran Psikotik

Pasal ini mengatur bahwa seseorang yang mengalami kekambuhan akut dari disabilitas mental dengan gambaran psikotik tidak dapat dikenai hukuman pidana.

Gambaran psikotik biasanya merujuk pada kondisi mental di mana seseorang kehilangan kontak dengan kenyataan, mengalami delusi, halusinasi, atau gangguan berat lainnya yang mengganggu kemampuan mereka untuk memahami dan mengendalikan tindakan mereka.

Contoh: Seseorang dengan skizofrenia yang mengalami episode psikotik akut dan melakukan tindak pidana selama episode tersebut tidak dapat dikenai hukuman pidana karena pada saat itu mereka tidak memiliki kemampuan mental yang diperlukan untuk memahami tindakan mereka.

2. Disabilitas Intelektual Derajat Sedang atau Berat

Pasal ini juga mengatur bahwa seseorang dengan disabilitas intelektual derajat sedang atau berat tidak dapat dikenai hukuman pidana. Disabilitas intelektual pada tingkat ini biasanya menyebabkan keterbatasan signifikan dalam kemampuan kognitif dan adaptif, sehingga individu mungkin tidak mampu memahami konsekuensi dari tindakan mereka atau bertindak secara rasional.

Contoh: Seseorang dengan disabilitas intelektual berat yang tidak memahami perbedaan antara tindakan yang benar dan salah tidak dapat dijatuhi hukuman pidana karena keterbatasan intelektual yang parah tersebut.

3. Penerapan Tindakan sebagai Alternatif

Meskipun individu dengan kondisi seperti di atas tidak dapat dipidana, pasal ini memungkinkan penerapan tindakan lain yang lebih sesuai. Tindakan ini bisa berupa perawatan di institusi kesehatan mental, rehabilitasi, atau program lain yang dirancang untuk menangani kondisi mental atau intelektual mereka secara efektif dan mencegah terulangnya tindak pidana.

Contoh: Seorang pelaku dengan disabilitas mental yang parah mungkin ditempatkan di rumah sakit jiwa untuk perawatan intensif daripada dijatuhi hukuman penjara.

4. Tujuan dari Pengaturan Ini

Pengaturan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum yang sesuai bagi individu yang karena kondisi mental atau intelektualnya tidak memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab secara pidana.

Dengan demikian, hukum pidana Indonesia memastikan bahwa keadilan tetap ditegakkan dengan memperhitungkan kemampuan mental atau intelektual pelaku, dan memberikan tindakan yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.

Kesimpulan

Bapak/Ibu pembaca yang terhormat, Pasal 39 UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHP menetapkan prinsip penting bahwa seseorang dengan disabilitas mental dalam keadaan kekambuhan akut dengan gambaran psikotik, atau dengan disabilitas intelektual derajat sedang atau berat, tidak dapat dijatuhi pidana. Sebagai gantinya, mereka dapat dikenai tindakan khusus yang lebih sesuai dengan kondisi mereka.

Aturan ini penting untuk memastikan bahwa hukum pidana diterapkan secara adil dan proporsional, dengan mempertimbangkan keadaan khusus individu yang mungkin tidak mampu memahami atau mengendalikan tindakan mereka.

Pasal ini mencerminkan prinsip keadilan dalam hukum pidana, di mana hukuman tidak hanya berfokus pada pembalasan, tetapi juga pada rehabilitasi dan dukungan bagi mereka yang membutuhkan perawatan khusus.

Dengan pemahaman yang jelas mengenai pembebasan dari pidana dan penerapan tindakan dalam kasus disabilitas mental atau intelektual yang berat, kita dapat memastikan bahwa hukum tidak hanya menghukum pelanggaran, tetapi juga melindungi dan mendukung individu dalam kondisi yang rentan.

Pasal 39 ini mengingatkan kita bahwa keadilan dalam hukum pidana memerlukan pendekatan yang sensitif dan penuh perhatian terhadap kondisi individu.

Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *