Sah!- Apakah Anda tahu Sobat Sah! bahwa makanan yang dijual di Indonesia dalam kemasan berlabel terbagi menjadi dua kategori: makanan olahan dan makanan segar.
Pangan segar adalah makanan yang belum mengalami pengolahan, dapat dikonsumsi secara langsung, dan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pangan olahan.
Di sisi lain, pangan olahan adalah makanan atau minuman yang diolah dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.
Perdagangan makanan olahan di Indonesia, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, harus memiliki izin dari lembaga yang berwenang.
Ini dilakukan untuk mencegah masyarakat makan makanan olahan yang berbahaya bagi kesehatan mereka. Bagian depan label menunjukkan nomor izin, yang terdiri dari berbagai kode yang diikuti dengan sederet angka.
Banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengabaikan untuk mendapatkan izin atau sertifikasi untuk produk pangan olahan yang mereka jual.
Ini disebabkan asumsi bahwa mengurus izin sangat sulit dan memerlukan berbagai persyaratan.
Saat ini, pemerintah telah mempermudah proses perizinan usaha berbasis risiko melalui sistem Online Single Submission (OSS) melalui UU Cipta Kerja.
Pemerintah, melalui Dinas Kesehatan (DinKes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mengatur berbagai jenis perizinan pangan olahan berdasarkan klasifikasi produk, risiko, lokasi bisnis, dan jenis usaha UMKM.
Sobat Sah! harus tahu tentang berbagai lisensi pangan olahan. Apa izinnya? Lihat informasi berikut.
1. Industri berskala rumah tangga dengan mayoritas pelaku usaha mikro dan kecil memiliki kemampuan untuk mendapatkan Sertifikat Penyuluhan (SP).
Kode SP adalah nomor pendaftaran yang diberikan kepada pelaku usaha dengan modal terbatas dan diawasi oleh DinKes, sebatas penyuluhan.
2. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT): Selain Sertifikat Penyuluhan yang dikeluarkan oleh DinKes, ada sertifikasi tambahan berupa SPP-IRT.
Nomor PIRT yang saat ini berjumlah 15 digit diperuntukkan untuk makanan olahan dengan daya tahan atau keawetan lebih dari 7 hari, dengan masa berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang setelahnya.
Dengan SPP-IRT ini, konsumen dapat yakin bahwa barang yang dijual aman untuk dikonsumsi.
3. Makanan Dalam (MD)—Perusahaan yang memiliki modal yang lebih besar dan mampu memenuhi persyaratan pemerintah untuk mendaftarkan izin produknya dapat melalui BPOM untuk mendapatkan kode MD.
Kode MD digunakan untuk produk makanan olahan yang berasal dari dalam negeri. 4. Makanan Luar (ML)—Selain kode MD, ada juga kode ML yang digunakan untuk produk makanan olahan impor yang diimpor ke Indonesia.
Namun, perlu diingat bahwa beberapa makanan olahan tidak perlu memiliki izin edar SPP-IRT atau BPOM. Contohnya terlihat pada gambar di bawah ini.
Jika Sobat Sah! bekerja dalam industri makanan olahan tetapi tidak memiliki izin untuk mendistribusikan produk yang dijual. Untuk meningkatkan nilai produk dan memberikan keamanan bagi pelanggan, segera daftarkan produk Anda pada instansi yang berwenang seperti DinKes tempat Anda tinggal dan BPOM.
Sah! Indonesia juga menyediakan layanan berupa pembuatan izin edar pada produk makanan olahan Anda. Apabila tertarik untuk menggunakan layanan jasa yang ditawarkan oleh kami, silakan kunjungi website sah.co.id!
Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406
Sources:
https://hcalhidayah.com/jenis-jenis-pangan-yang-bisa-di-daftarkan-untuk-memperoleh-sertifikat-p-irt
https://izinedar.com/5-jenis-izin-edar-pangan-olahan-apa-saja
https://smesco.go.id/berita/jenis-izin-edar-pangan-olahan-di-indonesia