Sah! – Sejak kehadiran Pandemi COVID-19 pada penghujung tahun 2019 Silam merubah banyak sekali tatanan kehidupan masyarakat secara global, baik dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Tak terlebih pada penghujung akhir tahun 2022 ini, khususnya di Indonesia, banyak sekali kabar tak sedap yang menimpa beberapa perusahaan yang memutuskan untuk merumahkan ratusan bahkan ribuan para pekerjanya seperti pada perusahaan yang bergerak di bidang tekstil dan start-up yang baru-baru ini kerap terjadi.
Menurut pendapat dari Wakil Kamar Dagang dan Industri (KADIN) bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfuz, sebagaimana dikutip pada berita tempo.co pada 25 Mei 2022, ia mengungkapkan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini diduga terjadi akibat adanya penyesuaian bisnis yang dilakukan terhadap basis teknologi yang digunakan oleh para perusahaan startup yang berdampak pada proses efisiensi dan reorganisasi sumber daya manusianya.
Selain itu alasan yang secara umum terjadi adalah dikarenakan banyaknya perusahaan yang sedang menghadapi masa krisis terhadap neraca keuangannya.
Berdasarkan maraknya tren peristiwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang sedang terjadi di Indonesia, apakah alasan-alasan tersebut dibenarkan sebagai alasan dari diperbolehkannya merumahkan para pekerja? Bagaimana ketentuan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia mengatur hal ini?
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan suatu pengakhiran hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha dikarenakan suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban diantara keduanya.
Setiap pengusaha maupun pekerja/buruh tidak boleh semerta-merta melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak dan tanpa berlandaskan alasan-alasan yang tepat diperbolehkannya melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut.
Adapun ketentuan mengenai apa saja yang menjadi alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi para pengusaha menurut Hukum Indonesia tertuang di dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021.
Pertama, Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan perusahaan, pengusaha bisa menggunakan alasan ini dikarenakan adanya proses restrukturisasi yang menyebabkan harus dilakukannya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Kedua, Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian, adapun yang dimaksud dengan efisiensi disini adalah ketika perusahaan mengeluarkan kebijakan dalam hal tujuan untuk mengurangi pemborosan waktu, biaya, tenaga, dalam menjalankan usahanya.
Ketiga, perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (tahun).
Kempat, perusahaan yang tutup yang disebabkan oleh keadaan memaksa (Force Majeure), adapun yang dimaksud dengan keadaan Force Majeure disini seperti adanya bencana alam tsunami, banjir bandang, gunung meletus, dll. Kelima, perusahaan yang sedang dalam keadaan pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU.
Keenam, adanya putusan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebagaimana yang termuat di dalam Pasal 36 huruf (g) PP No. 35 Tahun 2021, adapun putusan ini didasari oleh adanya pernyataan keputusan bahwa pengusaha tidak terbukti dalam melakukan perbuatan perbuatan yang tidak patut terhadap pekerja/buruh sebagaimana perbuatan yang termuat di dalam Pasal 36 huruf (g) PP No.35 Tahun 2021 terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh, maka dalam hal ini pengusaha dapat memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pekerja/buruh.
Ketujuh, Pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaanya selama 5 (lima) hari kerja atau berturut-turut tanpa keterangan tertulis. Kedelapan, Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur di dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana diatur di dalam Pasal 36 Huruf (k) PP No.35 Tahun 2021.
Kesembilan, Pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib dikarenakan diduga melakukan tindak pidana yang menyebabkan pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya selama 6 (enam) bulan.
Kesepuluh, Pekerja/buruh mengalami sakit yang berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja yang mengakibatkan pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui 12 (dua belas) bulan.
Kesebelas, dalam hal pekerja/buruh memasuki usia pensiun. Keduabelas, Pekerja/buruh meninggal dunia.
Itulah pembahasan terkait dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang bisa kami berikan, semoga bermanfaat.
Author: Putri Ariqah
Editor: Gian Karim Assidiki
Source:
- Francisca Christy Rosana, Marak Gelembuk PHK Startup, Ini Penyebabnya Menurut KADIN, https://bisnis.tempo.co/read/1595409/marak-gelembuk-phk-di-startup-ini-penyebabnya-menurut-kadin, diaskes pada 6 November 2022, Pukul 20.42 WIB.
- Pasal 1 Ayat (15) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021.
- Pasal 36 hurud (g) Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2021.