Berita Hukum Legalitas Terbaru
Hukum  

Kesalahan Hukum Saat Membentuk CV yang Bisa Berujung Pembatalan

Ilustrasi Pemilihan KBLI yang tepat saat pendirian PT

Sah! –  Pendirian Commanditaire Vennootschap (CV) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Persekutuan Komanditer telah menjadi pilihan banyak pelaku usaha di Indonesia, khususnya mereka yang bergerak di sektor UMKM dan rintisan (start-up). 

Kemudahan dalam proses pembentukan, biaya yang relatif terjangkau, serta fleksibilitas dalam pengelolaan usaha menjadi alasan utama mengapa banyak orang memilih bentuk badan usaha ini. Namun di balik kemudahan tersebut, terdapat sejumlah jebakan hukum yang kerap diabaikan oleh para pendiri CV. 

Kesalahan dalam mendirikan CV, sekecil apapun, dapat berujung pada pembatalan status badan usaha, tuntutan hukum yang melelahkan, atau bahkan kerugian finansial yang tidak sedikit. 

Ketidaktahuan terhadap aturan-aturan penting dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 17 Tahun 2018, serta berbagai ketentuan terkait lainnya seringkali menjadi sumber masalah. 

Untuk itu, memahami potensi kesalahan hukum sejak awal menjadi langkah penting agar CV yang didirikan benar-benar sah dan terlindungi di mata hukum.

Salah satu kesalahan paling mendasar yang sering terjadi adalah pendirian CV tanpa akta notaris yang sah. Banyak pelaku usaha yang karena alasan praktis atau penghematan biaya, memilih untuk membuat kesepakatan pendirian hanya secara lisan atau di bawah tangan tanpa melibatkan notaris.

Padahal, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 22 KUHD, pendirian CV harus dituangkan dalam akta otentik yang dibuat oleh notaris, di mana akta ini harus memuat secara jelas kesepakatan antara sekutu komplementer (pengurus) dan sekutu komanditer (penyedia modal). 

Tanpa akta otentik, CV tersebut secara hukum dianggap tidak pernah ada dan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan. Selain itu, dalam praktik administrasi modern, Permenkumham No. 17/2018 mewajibkan setiap CV didaftarkan melalui Administrasi Hukum Umum (AHU). 

Salah satu dokumen yang menjadi syarat utama dalam proses ini adalah akta pendirian notaris. Jika tidak ada akta, maka CV tidak akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Hukum dan HAM, dan akibatnya tidak diakui secara legal. Akibatnya, CV tersebut tidak dapat mengurus NPWP, izin usaha, ataupun membuka rekening atas nama badan usaha.

Kesalahan berikutnya yang juga sering menjadi batu sandungan adalah pemilihan nama CV yang tidak memenuhi syarat hukum. Banyak pendiri CV yang memilih nama dengan sembarangan, tanpa memahami ketentuan Pasal 5 Permenkumham No. 17/2018 yang mengatur dengan rinci persyaratan nama badan usaha. 

Nama CV wajib ditulis dalam huruf Latin, tidak boleh mengandung karakter atau simbol yang aneh, serta harus unik sehingga tidak menimbulkan kebingungan dengan nama CV lain yang sudah terdaftar. 

Selain itu, nama tersebut tidak boleh mengandung unsur yang bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, atau menyerupai nama lembaga pemerintahan dan organisasi internasional, kecuali telah memperoleh izin. 

Apabila syarat-syarat ini diabaikan, Kemenkumham berhak menolak pendaftaran nama CV, sehingga proses pendirian badan usaha akan terhambat di tahap paling awal. Hal ini tentu saja akan berdampak besar, karena tanpa nama yang sah, pengurusan izin usaha, pembukaan rekening perusahaan, dan berbagai aktivitas legal lainnya tidak dapat dilakukan.

Selain soal akta dan nama, banyak pendiri CV juga lalai dalam menetapkan pembagian tanggung jawab antar sekutu. Dalam struktur CV, sekutu komplementer memiliki tanggung jawab penuh terhadap pengelolaan usaha dan utang-utang CV, sedangkan sekutu komanditer hanya bertindak sebagai penyetor modal dengan tanggung jawab terbatas. 

Menurut Pasal 19 hingga 21 KUHD, jika dalam akta pendirian tidak dijelaskan secara tegas peran masing-masing sekutu, maka seluruh sekutu dapat dianggap sebagai sekutu komplementer. 

Konsekuensinya sangat serius: sekutu komanditer yang seharusnya hanya bertanggung jawab sebesar modal yang ditanamkannya, kini turut bertanggung jawab penuh atas seluruh kewajiban CV. 

Ini tentu berisiko besar, apalagi jika CV terlibat dalam sengketa atau mengalami kebangkrutan. Lebih jauh lagi, ketidakjelasan pembagian peran ini dapat memicu perselisihan internal antar sekutu yang akhirnya berujung pada pembubaran CV melalui proses pengadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 KUHD.

Proses pendaftaran yang melebihi batas waktu juga menjadi kesalahan yang tak kalah fatal. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, setelah akta notaris selesai dibuat, pendaftaran CV ke Kemenkumham harus dilakukan dalam jangka waktu maksimal 60 hari. 

Jika pendaftaran dilakukan melebihi tenggat waktu ini, maka permohonan akan ditolak dan CV tidak memperoleh pengakuan legal. Tanpa status hukum yang sah, CV tersebut tidak bisa mengajukan izin usaha, membuka rekening perusahaan, melakukan kontrak bisnis, atau melindungi hak-haknya secara hukum. 

Lebih parah lagi, dalam banyak kasus, mitra bisnis dan lembaga keuangan akan menolak bekerja sama dengan badan usaha yang status hukumnya tidak jelas.

Tak hanya itu, ada pula kewajiban pengumuman pendirian CV dalam Berita Negara yang kerap kali dilupakan. 

Meski Undang-Undang Cipta Kerja telah menghapus kewajiban tanda daftar perusahaan (TDP) untuk badan usaha tertentu, namun kewajiban pengumuman dalam Tambahan Berita Negara tetap bertahan berdasarkan Pasal 32 KUHD. 

Tujuannya jelas: memberikan kepastian hukum bagi pihak ketiga yang akan berhubungan dengan CV tersebut. Jika pengumuman ini diabaikan, pihak ketiga, seperti kreditur atau mitra usaha, berhak untuk menggugat atau menolak mengakui eksistensi CV tersebut karena dianggap tidak transparan dan tidak memiliki itikad baik.

Terakhir, yang tak kalah penting, adalah masalah pendirian CV oleh warga negara asing (WNA) atau melibatkan modal asing tanpa izin. Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 KUHD dan Permenkumham No. 17/2018, CV hanya boleh didirikan oleh warga negara Indonesia (WNI). 

Jika dalam kenyataannya terdapat penyertaan modal asing atau kontrol oleh WNA, maka keberadaan CV tersebut dinyatakan batal demi hukum. Ini artinya, tanpa melalui proses pengadilan sekalipun, badan usaha tersebut dianggap tidak sah dan berpotensi langsung dibubarkan oleh negara.

Hal ini tentu akan sangat merugikan, mengingat semua kontrak, perjanjian, dan aktivitas bisnis yang dilakukan oleh CV tersebut bisa dinyatakan tidak sah pula.

Maka dari itu, pendirian CV bukan sekadar proses administratif biasa. Ia adalah langkah hukum serius yang harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan kepatuhan pada aturan yang berlaku. 

Untuk menghindari risiko pembatalan badan usaha, sanksi administratif, hingga potensi gugatan perdata, para pendiri CV harus memastikan seluruh prosedur dijalankan dengan benar. 

Dimulai dari membuat akta pendirian notaris yang sah, memilih nama CV yang sesuai ketentuan hukum, menetapkan pembagian peran antar sekutu secara rinci dalam akta, melakukan pendaftaran ke Kemenkumham dalam waktu yang telah ditentukan, melaksanakan pengumuman pendirian dalam Berita Negara, hingga menghindari keterlibatan modal asing tanpa izin yang sah.

Tak ada salahnya juga untuk berkonsultasi dengan notaris atau konsultan hukum profesional sebelum mendirikan CV. Langkah ini justru menjadi investasi penting untuk memastikan CV yang didirikan tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga kokoh untuk mendukung perjalanan bisnis di masa depan. 

Dengan memahami dan mematuhi seluruh aspek hukum ini, para pelaku usaha dapat lebih fokus mengembangkan bisnis mereka tanpa harus dihantui oleh risiko pembatalan atau masalah hukum di kemudian hari.

Dalam dunia usaha yang kompetitif dan penuh tantangan, kepastian hukum adalah pondasi yang tak bisa diabaikan.

Sah! menyediakan layanan konsultasi hukum terkait ketenagakerjaan, termasuk pendampingan dalam kasus PHK massal. Dengan bantuan profesional, karyawan dapat memastikan hak-haknya terpenuhi sesuai hukum.  

Bagi yang membutuhkan bantuan hukum terkait PHK atau masalah ketenagakerjaan lainnya, dapat menghubungi WA 0851 7300 7406 atau mengunjungi laman Sah.co.id

Sah! Indonesia, solusi legalitas dan perlindungan hukum Anda!  

Referensi:  

  • Indonesia. (1838). Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Staatsblad No. 23.  
  • Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer . Kementerian Hukum dan HAM.  
  • Indonesia. (2020). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 No. 245.  
  • Indonesia.go.id. (2024). Syarat dan prosedur mendirikan CV. 
  • Hukumonline.com. (2024). Pilihan jenis badan usaha untuk start-up. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *