Analisis mengenai perbedaan pengaturan pekerja outsourcing di dalam UU Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja (Omnibuslaw) penting diketahui oleh pemberi kerja.
Kewajiban pengusaha dalam bidang tenaga kerja terhadap pekerja merupakan bagian dari tanggung jawab sosial pengusaha terhadap pekerja yang bekerja di perusahaannya.
Kewajiban ini diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, seperti UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca Juga : Penerapan Aliran Positivisme Hukum di Indonesia: Sejarah, Ciri-Ciri, dan Implikasinya
Kewajiban Pengusaha Terhadap Pekerja
Ada beberapa kewajiban pengusaha dalam bidang tenaga kerja terhadap pekerja, diantaranya adalah:
- Memberikan upah yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja, serta sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.
- Memberikan perlindungan keamanan dan kesehatan kerja yang memadai, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja saat bekerja.
- Memberikan jaminan sosial bagi pekerja, seperti jaminan sosial kecelakaan kerja, jaminan sosial hari tua, dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Menghormati hak-hak pekerja sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku, seperti hak atas upah yang layak, hak atas jam kerja yang wajar, hak atas libur dan cuti, serta hak-hak lainnya yang telah diatur dalam undang-undang.
- Memberikan pelatihan dan pengembangan kepada pekerja agar dapat terus meningkatkan keterampilan dan kompetensi dalam bekerja.
Baca Juga : Pemahaman Tentang Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pengertian Pekerja Outsourcing
Pekerja outsourcing adalah pekerja yang bekerja di perusahaan outsourcing, yaitu perusahaan yang memberikan jasa kepada perusahaan lain atau pihak lain yang tidak terafiliasi secara langsung dengan perusahaan yang menyerahkan pekerjaannya. Pekerja outsourcing biasanya bekerja pada perusahaan yang memberikan jasa outsourcing, bukan pada perusahaan yang menyerahkan pekerjaannya.
Regulasi Pekerja Outsourcing di Indonesia
Regulasi terkait dengan pekerja outsourcing diatur dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang merupakan undang-undang yang mengatur tentang ketenagakerjaan di Indonesia. UU ini mengatur tentang hak dan kewajiban pekerja outsourcing, serta mengatur tentang pengawasan terhadap pelaksanaan outsourcing.
Baca Juga : Perkembangan Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis di Indonesia: Sejarah, Perbedaan, dan Implikasinya
Berikut adalah beberapa hal yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengenai pekerja outsourcing:
- Hak dan kewajiban pekerja outsourcing: Pekerja outsourcing memiliki hak yang sama dengan pekerja di perusahaan yang menyerahkan pekerjaannya, seperti hak atas upah yang sama, hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan kerja yang sama, serta hak atas jaminan sosial yang sama. Pekerja outsourcing juga memiliki kewajiban yang sama dengan pekerja di perusahaan yang menyerahkan pekerjaannya, seperti kewajiban untuk bekerja sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.
- Pengawasan terhadap pelaksanaan outsourcing: UU No. 11 Tahun 2020 juga mengatur tentang pengawasan terhadap pelaksanaan outsourcing, termasuk pengawasan terhadap perusahaan yang menggunakan outsourcing, perusahaan yang memberikan jasa outsourcing, serta pengawasan terhadap hak dan kewajiban pekerja yang bekerja di perusahaan outsourcing. Pengawasan ini dilakukan untuk menjamin bahwa pelaksanaan outsourcing dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta untuk menjamin kesejahteraan pekerja yang bekerja di perusahaan outsourcing.
Perbedaan Regulasi Pekerja Outsourcing di UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja
UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan undang-undang yang dibuat untuk memperkuat ketenagakerjaan di Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Salah satu perubahan yang terdapat dalam UU ini adalah terkait dengan ketentuan outsourcing.
Sebelumnya, dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan sebagai penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain melalui dua mekanisme yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.
Namun, dengan adanya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, definisi outsourcing diubah menjadi penyerahan seluruh atau sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain atau pihak lain yang tidak terafiliasi secara langsung dengan perusahaan yang menyerahkan pekerjaannya.
Baca Juga : Tujuan Hukum Dalam RKUHP Apakah Sudah Sesuai?
Perubahan ini dibuat untuk memberikan kejelasan dan menghindari adanya kecurangan dalam penggunaan outsourcing.
Selain itu, UU No. 11 Tahun 2020 juga mengatur tentang hak dan kewajiban pekerja yang bekerja di perusahaan outsourcing, seperti hak atas upah yang sama dengan pekerja di perusahaan yang menyerahkan pekerjaannya, hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan kerja yang sama, serta hak atas jaminan sosial yang sama.
UU No. 11 Tahun 2020 juga mengatur tentang pengawasan terhadap pelaksanaan outsourcing, termasuk pengawasan terhadap perusahaan yang menggunakan outsourcing, perusahaan yang memberikan jasa outsourcing, serta pengawasan terhadap hak dan kewajiban pekerja yang bekerja di perusahaan outsourcing.
Dengan demikian, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja yang bekerja di perusahaan outsourcing dan memberikan kejelasan mengenai definisi dan pelaksanaan outsourcing di Indonesia.
Akan tetapi, UU Cipta Kerja mengubah ketentuan outsourcing dengan menghapus Pasal 64 dan Pasal 65 serta mengubah Pasal 66 UU ketenagakerjaan.
Hal ini dilakukan untuk memberikan kejelasan mengenai definisi dan pelaksanaan outsourcing di Indonesia. Sebelumnya, dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan sebagai penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain melalui dua mekanisme yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.
Namun, dengan adanya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, definisi outsourcing diubah menjadi penyerahan seluruh atau sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain atau pihak lain yang tidak terafiliasi secara langsung dengan perusahaan yang menyerahkan pekerjaannya.
Untuk memperjelas pelaksanaan alih daya dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK). PP PKWT-PHK menyebutkan bahwa perusahaan alih daya adalah badan usaha berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian yang disepakati dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
Dengan adanya regulasi terkait dengan alih daya dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP PKWT-PHK, diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai hak dan kewajiban pekerja yang bekerja di perusahaan alih daya, serta memberikan kejelasan mengenai pelaksanaan alih daya di Indonesia.
Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta hubungan kerja yang harmonis antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan alih daya, serta dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja yang bekerja di perusahaan alih daya.
Menurut Kasubdit Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan, Reytman Aruan, perusahaan alih daya bertanggung jawab penuh atas semua hal yang timbul dari hubungan kerja dengan pekerjaannya.
Hal ini termasuk pelindungan buruh, upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan yang muncul. Hal-hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan buruh diatur berdasarkan PKWT (perjanjian kerja waktu tidak tertentu) yang harus dibuat secara tertulis.
Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan buruh berdasarkan PKWT, perjanjian kerja harus mencantumkan syarat pengalihan pelindungan hak-hak bagi buruh ketika terjadi pergantian perusahaan alih daya selama obyek pekerjaannya masih ada.
Sebelumnya, UU ketenagakerjaan membatasi jenis kegiatan yang dapat dikerjakan oleh buruh outsourcing, namun UU Cipta Kerja menghapus batasan tersebut.
UU Cipta Kerja adalah undang-undang di Indonesia yang menghapus batasan jenis pekerjaan yang dapat diberikan kepada perusahaan alih daya (outsourcing).
Menurut Reytman Aruan, perusahaan alih daya dapat mengerjakan jenis pekerjaan apapun yang diberikan oleh perusahaan pemberi pekerjaan (pengguna jasa perusahaan alih daya).
UU Cipta Kerja juga menghapus perbedaan pengaturan mengenai perjanjian pemborongan atau penyedia jasa pekerja, serta ketentuan dalam UU ketenagakerjaan yang memungkinkan buruh outsourcing beralih hubungan kerjanya ke perusahaan pemberi pekerjaan jika syarat pelaksanaan outsourcing tidak terpenuhi.
Pelindungan buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.
Partner SSEK Legal Consultans, Fahrul S Yusuf, menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang masih memuat ketentuan tentang perjanjian pemborongan pekerjaan dan penyedia jasa pekerja dalam UU ketenagakerjaan tidak berlaku lagi mengingat ketentuan tersebut sudah dihapus oleh UU Cipta Kerja.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga menghapus pembatasan kegiatan usaha utama dan penunjang sehingga pekerja alih daya dapat dilibatkan dalam pekerjaan inti (utama) atau produksi perusahaan.
Sumber :
UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.