Sah! – E-Commerce didefinisikan sebagai semua bentuk pertukaran informasi antara organisasi dan pemangku kepentingan melalui media elektronik yang terhubung ke internet, mencakup beragam model bisnis online. Salah satu model yang paling umum adalah e-marketplace.
E-marketplace adalah suatu platform di mana produk dan layanan ditawarkan untuk dijual secara online. Platform ini dikelola oleh satu entitas, sedangkan produk dan informasi produknya disediakan oleh entitas lain.
Dengan menggunakan e-marketplace, penjual dapat mencapai lebih banyak pelanggan potensial tanpa harus memiliki infrastruktur e-commerce mereka sendiri, sementara pembeli memiliki akses yang lebih luas ke berbagai produk dan penawaran.
Platform Ini menciptakan ekosistem perdagangan elektronik yang dinamis dan menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.
Athanasios dan Panagiotis menguraikan bahwa dalam konteks e-commerce, kegiatan umumnya dikelompokkan menjadi dua kategori utama: Business to Business (B2B) dan Business to Consumer (B2C).
Model e-commerce dengan orientasi B2C memanfaatkan internet sebagai platform untuk menjalankan aktivitas ritel, baik dalam hal memberikan informasi mengenai produk maupun dalam proses pengiriman produk atau layanan kepada konsumen akhir.
Bentuk Badan Usaha
Terdapat beberapa regulasi yang mengatur penyelenggaraan e-commerce di Indonesia, yaitu:
- Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP 71/2019);
- Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PP 80/2019); dan
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Permendagri 50/2020).
Menurut definisi yang diberikan dalam Pasal 1 angka 4 PP 71/2019, penyelenggara sistem elektronik merujuk kepada individu, entitas pemerintah, badan usaha, dan masyarakat umum yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik.
Tindakan ini dapat dilakukan secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan pengguna sistem elektronik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan pihak lain.
Sesuai dengan definisi yang telah diuraikan, pelaku usaha merujuk kepada individu perorangan atau entitas bisnis, baik yang memiliki status badan hukum maupun tidak, yang terlibat dalam kegiatan perdagangan melalui platform elektronik.
Pelaku usaha dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan mereka melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan melalui sistem elektronik.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pengusaha memiliki fleksibilitas untuk memilih bentuk badan usaha yang sesuai dengan kebutuhan dan rencana bisnis mereka.
Mereka tidak terbatas pada bentuk badan usaha perseroan terbatas (PT), tetapi juga dapat memilih opsi lain seperti mendirikan koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), atau firma.
Pemilihan bentuk badan usaha sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kebutuhan operasional dan strategi pengembangan bisnis.
Selain itu, penting untuk mempertimbangkan faktor modal dan risiko usaha. Setiap jenis bisnis pasti memiliki risiko tersendiri, dan dengan mendirikan badan usaha, pengusaha memiliki beragam opsi untuk mengelola dan meminimalkan risiko-risiko tersebut.
Meskipun demikian, pendirian PT untuk usaha penyelenggaraan e-marketplace sering dianggap lebih aman dibandingkan dengan bentuk badan usaha lainnya.
Hal ini terutama disebabkan oleh status badan hukum yang dimiliki oleh PT, yang menghasilkan pemisahan yang jelas antara aset dan tanggung jawab antara pemilik perusahaan dengan entitas perusahaan itu sendiri.
Dengan demikian, pemilik perusahaan tidak akan bertanggung jawab atas kewajiban perusahaan melebihi jumlah modal yang telah disetor.
Selain itu, pendirian PT juga memberikan kepastian hukum yang lebih kuat dan kemudahan dalam mengakses sumber pendanaan, serta meningkatkan kepercayaan para investor dan mitra bisnis potensial.
Tidak Ada Ketentuan Besaran Modal Minimum PT
Dalam konteks keinginan untuk mendirikan PT namun terkendala oleh modal, penting untuk dicatat bahwa melalui Pasal 109 ayat 3 UU Cipta Kerja mengubah Pasal 32 ayat (2) UU PT, sehingga ketentuan mengenai besaran modal minimum untuk mendirikan PT telah dihapuskan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, besaran modal dasar PT sekarang ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pendiri PT. Artinya para pelaku usaha memiliki kewenangan untuk menentukan bersama berapa jumlah modal dasar yang mereka sepakati untuk PT tersebut.
Dengan demikian, mereka memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan besaran modal PT dengan kondisi dan kebutuhan bisnis tanpa harus terkendala oleh ketentuan tentang modal minimum yang ditetapkan sebelumnya.
Perizinan untuk Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
Dalam konteks rencana pendirian website e-commerce yang berfungsi sebagai e-marketplace, penyelenggara dianggap sebagai penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE).
Sebagai PPMSE, memiliki tanggung jawab untuk memperoleh izin usaha dan Surat Izin Usaha Perdagangan melalui Sistem Elektronik (SIUPMSE).
Namun, perlu dicatat bahwa izin usaha tersebut tidak diperlukan bagi Penyelenggara Sarana Perantara, yaitu pelaku usaha yang menyediakan sarana komunikasi elektronik sebagai perantara dalam komunikasi elektronik antara pengirim dengan penerima, dalam kondisi di mana mereka:
- Tidak secara langsung memperoleh manfaat dari transaksi tersebut; atau
- Tidak terlibat secara langsung dalam hubungan kontraktual antara para pihak yang melakukan perdagangan melalui sistem elektronik.
Dalam hal ini, untuk memperoleh SIUPMSE, pelaku usaha dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Perdagangan melalui Lembaga OSS. Namun, SIUPMSE baru akan berlaku jika pelaku usaha memenuhi komitmen yang terdiri atas:
- Memiliki Surat Tanda Terdaftar Penyelenggara Sistem Elektronik yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang dalam waktu paling lama 14 hari kerja setelah SIUPMSE diterbitkan.
- Menyertakan alamat situs web dan/atau nama aplikasi.
- Menyediakan layanan pengaduan konsumen berupa nomor kontak dan/atau alamat surat elektronik (email) yang mudah dihubungi dan ditampilkan secara jelas pada laman yang mudah dibaca konsumen.
- Menyediakan layanan pengaduan konsumen yang mencakup informasi kontak pengaduan konsumen Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga.
Perlu diingat bahwa memiliki SIUPMSE memiliki implikasi besar bagi PPMSE. Ketika seorang PPMSE tidak memiliki SIUPMSE, konsekuensinya bisa sangat serius.
Selain sanksi administratif berupa peringatan tertulis yang dapat diberikan hingga maksimal 3 kali, dengan masa tenggang waktu antara masing-masing peringatan selama 14 hari kalender, ada kemungkinan sanksi lebih lanjut yang dapat diberlakukan.
Salah satunya adalah dimasukkan dalam daftar hitam dan pemblokiran sementara layanan PPMSE oleh instansi terkait yang berwenang.
Oleh karena itu, keberadaan SIUPMSE tidak hanya merupakan kewajiban hukum, tetapi juga kunci untuk menjaga kelancaran dan legalitas operasional sebuah platform e-commerce.
Dalam konteks ini, penting bagi setiap PPMSE untuk memahami pentingnya proses perolehan dan pemeliharaan SIUPMSE sebagai bagian integral dari operasional mereka.
Dari bacaan tersebut, bagi teman-teman yang tertarik mendirikan e-marketplace-nya sendiri, segera urus legalitas usaha di Sah!, karena Sah! menyediakan layanan untuk membantu mendirikan badan usaha PT.
Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id
Source: