Berita Hukum Legalitas Terbaru

Apakah Bangunan Bisa Menjadi Modal dalam Perseroan Terbatas (PT)?

Ilustrasi Pendirian PT Perorangan

Sah! – Dalam dunia bisnis, pendirian sebuah perseroan terbatas (PT) memerlukan penyetoran modal, yang dapat berupa uang tunai atau barang. Salah satu jenis barang yang sering dipertanyakan apakah bisa digunakan sebagai modal adalah bangunan.

Banyak pemilik usaha yang ingin menyetor bangunan sebagai modal, mengingat bangunan adalah aset tetap yang bernilai tinggi. Lantas, apakah bangunan dapat digunakan sebagai modal dalam PT? Artikel ini akan mengulas hal tersebut, beserta aturan dan ketentuan yang berlaku.

1. Modal dalam Bentuk Non-Tunai dalam Perseroan Terbatas

Dalam sistem hukum Indonesia, modal perseroan terbatas (PT) dapat disetor dalam bentuk barang selain uang tunai, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).

Menurut Pasal 34 ayat (2) UU PT, selain uang tunai, pemegang saham juga dapat menyetor modal berupa barang yang dapat dinilai dengan uang. Barang ini bisa berupa aset tetap seperti tanah, bangunan, mesin, atau peralatan lainnya yang memiliki nilai ekonomis.

2. Ketentuan Hukum Mengenai Modal Non-Tunai

Untuk memastikan bahwa modal non-tunai (termasuk bangunan) sah dan tercatat dengan benar, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penyetoran modal dalam bentuk barang, di antaranya:

a. Penilaian Barang oleh Penilai Independen

Barang yang disetor sebagai modal, termasuk bangunan, harus dinilai oleh penilai independen yang terdaftar dan diakui oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penilai independen ini berfungsi untuk memberikan penilaian yang objektif tentang nilai barang tersebut, yang akan menjadi dasar bagi pencatatan modal dalam anggaran dasar PT.

Hal ini sesuai dengan Pasal 34 ayat (3) UU PT, yang menyatakan bahwa modal yang disetor dalam bentuk barang atau benda lainnya harus dinilai dengan cara yang transparan dan objektif oleh pihak yang berkompeten.

b. Pencatatan dalam Akta Pendirian

Jika modal disetor dalam bentuk bangunan atau barang lainnya, hal ini harus dicantumkan secara rinci dalam akta pendirian PT. Akta pendirian tersebut akan menjadi dokumen resmi yang mengikat, yang mencatatkan jumlah modal yang disetor beserta jenis dan nilai barang yang digunakan.

c. Kepemilikan dan Legalitas Barang

Untuk menyetor modal dalam bentuk bangunan, pemegang saham atau pendiri PT harus memiliki hak kepemilikan yang sah atas bangunan tersebut. Oleh karena itu, dokumen yang membuktikan kepemilikan atas bangunan, seperti sertifikat tanah atau akta jual beli, harus disertakan dan diperiksa dalam proses pendirian PT.

Jika bangunan yang disetor adalah tanah dan bangunan yang terpisah, maka sertifikat tanah dan bukti kepemilikan bangunan harus ada dan terverifikasi dengan jelas.

d. Proses Penyetoran Modal Non-Tunai

Penyetoran modal non-tunai, termasuk bangunan, harus dilaporkan secara transparan dan lengkap kepada Kementerian Hukum dan HAM sebagai bagian dari proses pendirian PT. Proses ini juga akan melibatkan notaris yang akan membuat akta pendirian perusahaan.

3. Manfaat dan Risiko Menyetor Bangunan sebagai Modal PT

Manfaat:

  • Nilai Ekonomis Tinggi: Bangunan adalah aset tetap dengan nilai yang tinggi. Jika digunakan sebagai modal, perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang tunai dalam jumlah besar, namun tetap bisa memanfaatkan aset tersebut.
  • Penggunaan Aset yang Ada: Bagi pengusaha yang sudah memiliki bangunan, ini bisa menjadi cara efisien untuk mendirikan PT tanpa harus menjual atau mengeluarkan dana tambahan.

Risiko:

  • Proses Penilaian yang Kompleks: Penilaian bangunan oleh penilai independen bisa memakan waktu dan biaya. Nilai yang dihasilkan juga harus objektif dan bisa dipertanggungjawabkan.
  • Penggunaan Aset yang Terikat: Jika bangunan dijadikan modal, maka aset tersebut akan tercatat sebagai bagian dari modal PT dan harus dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan perusahaan.

4. Aturan atau Undang-Undang yang Mengatur Modal PT dalam Bentuk Bangunan

Berikut adalah aturan-aturan yang relevan yang mengatur tentang penggunaan bangunan sebagai modal dalam PT:

  • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT)
    • Pasal 34 ayat (2): Menyatakan bahwa modal disetor dapat berupa barang atau benda lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk bangunan.
    • Pasal 34 ayat (3): Modal non-tunai harus dinilai oleh penilai independen yang terdaftar.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Usaha di Bidang Penanaman Modal
    • Menyediakan dasar hukum lebih lanjut tentang penyetoran modal dalam bentuk barang, termasuk prosedur administrasi yang perlu dipenuhi.
  • Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Permenkumham) Nomor 17 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Permenkumham Nomor 3 Tahun 2017
    • Mengatur prosedur administrasi pendirian PT, termasuk pencatatan modal non-tunai dalam anggaran dasar perusahaan.

Bangunan dapat menjadi modal dalam perseroan terbatas (PT) dengan memenuhi syarat-syarat hukum yang berlaku, di antaranya nilai bangunan harus dinilai oleh penilai independen, dan modal tersebut harus dicatat secara jelas dalam akta pendirian PT. Selain itu, kepemilikan dan legalitas bangunan harus dipastikan agar tidak ada masalah di kemudian hari.

Dengan demikian, penggunaan bangunan sebagai modal dalam PT adalah sah dan dapat dilakukan, asalkan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan terkait.

Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *