Sah! – Di banyak negara, termasuk Indonesia, yayasan memainkan peran penting dalam menjalankan kegiatan sosial, pendidikan, keagamaan, dan kegiatan nirlaba lainnya.
Namun, dalam beberapa kasus, pejabat negara yang memiliki kedudukan penting di pemerintahan atau lembaga negara sering kali tertarik untuk terlibat dalam pengelolaan yayasan. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: Apakah pejabat negara bisa menjadi pengurus yayasan?
Artikel ini akan membahas aturan hukum yang mengatur keterlibatan pejabat negara dalam yayasan serta implikasi etis dan hukum yang perlu dipertimbangkan.
Aturan Hukum Mengenai Pejabat Negara dan Yayasan
Di Indonesia, terdapat sejumlah undang-undang yang secara tegas mengatur larangan rangkap jabatan, termasuk larangan bagi pejabat negara untuk menjadi pengurus atau terlibat dalam yayasan. Berikut adalah beberapa peraturan utama yang mengatur hal tersebut:
1. Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Pasal 17 huruf (a) UU No. 25 Tahun 2009 mengatur bahwa pelaksana instansi pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD) dilarang merangkap jabatan sebagai pengurus organisasi usaha.
Meskipun yayasan bukan organisasi usaha, aturan ini menunjukkan bahwa pejabat negara, yang bekerja dalam instansi pemerintah atau BUMN/BUMD, harus menghindari jabatan ganda yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
2. Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan
Beberapa pasal dalam UU Yayasan secara eksplisit mengatur tentang larangan rangkap jabatan bagi pembina, pengurus, dan pengawas yayasan. Berikut adalah ketentuan penting dari undang-undang ini:
- Pasal 29 melarang pembina yayasan merangkap jabatan sebagai anggota pengurus atau pengawas.
- Pasal 31 ayat (3) melarang pengurus yayasan merangkap jabatan sebagai pembina atau pengawas.
- Pasal 40 ayat (4) melarang pengawas yayasan merangkap jabatan sebagai pembina atau pengurus.
Ketentuan-ketentuan ini penting untuk menjaga agar setiap organ yayasan (pembina, pengurus, pengawas) menjalankan tugasnya secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan. Hal ini memastikan bahwa yayasan dapat mengelola program sosialnya dengan akuntabilitas yang tinggi.
Mengapa Pejabat Negara Dilarang Menjadi Pengurus Yayasan?
1. Menghindari Benturan Kepentingan
Salah satu alasan utama larangan ini adalah untuk menghindari benturan kepentingan antara kewajiban seorang pejabat negara dalam menjalankan tugas pemerintahan dan peran mereka dalam mengelola yayasan.
Sebagai contoh, pejabat negara yang terlibat dalam kebijakan publik atau yang memiliki akses ke sumber daya negara akan berisiko memanfaatkan posisi mereka untuk kepentingan yayasan, yang pada akhirnya dapat merugikan kepentingan masyarakat luas.
2. Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas
Larangan rangkap jabatan ini juga berfungsi untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan yayasan.
Jika pejabat negara merangkap jabatan di yayasan, hal ini dapat menimbulkan keraguan mengenai sejauh mana yayasan tersebut benar-benar beroperasi sesuai dengan prinsip nirlaba atau tidak terpengaruh oleh kepentingan politik atau pribadi.
3. Mencegah Penyalahgunaan Kekuasaan
Menggabungkan peran pejabat negara dalam posisi pengurus yayasan dapat meningkatkan risiko penyalahgunaan kekuasaan. Misalnya, pejabat negara dapat menggunakan pengaruhnya untuk mengarahkan kebijakan yayasan ke arah yang menguntungkan mereka secara pribadi atau kelompok.
4. Menjaga Independensi Yayasan
Yayasan yang dijalankan oleh pejabat negara dapat kehilangan independensi yang seharusnya menjadi ciri khas organisasi nirlaba. Agar yayasan tetap fokus pada misi sosialnya tanpa terpengaruh oleh politik atau kebijakan pemerintah, maka penting untuk memisahkan pengelolaan yayasan dari peran pejabat negara.
Apa yang Terjadi Jika Pejabat Negara Merangkap Jabatan di Yayasan?
Jika seorang pejabat negara melanggar aturan ini dengan menjadi pengurus yayasan, maka yayasan tersebut bisa menghadapi berbagai masalah hukum, termasuk:
- Sanksi Hukum
Pejabat negara yang terlibat dalam yayasan yang melanggar undang-undang bisa dikenakan sanksi administratif, bahkan pidana, tergantung pada pelanggaran yang dilakukan. - Pengawasan Lebih Ketat
Yayasan yang dipimpin oleh pejabat negara juga mungkin akan diawasi lebih ketat oleh pihak berwenang, yang dapat merugikan reputasi dan kredibilitas yayasan. - Penyalahgunaan Dana
Benturan kepentingan yang terjadi dapat berpotensi menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan sosial.
Pejabat negara memang dapat memiliki peran yang signifikan dalam masyarakat, tetapi keterlibatan mereka sebagai pengurus dalam yayasan membawa risiko besar terkait dengan konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Karena itu, penting bagi pejabat negara untuk mematuhi peraturan yang ada, seperti UU No. 28 Tahun 2004 dan UU No. 25 Tahun 2009, yang secara tegas melarang rangkap jabatan sebagai pengurus yayasan.
Dengan adanya pembatasan ini, yayasan dapat lebih fokus menjalankan misi sosialnya tanpa pengaruh politik atau kepentingan pribadi. Sebaliknya, pejabat negara dapat lebih berkonsentrasi pada tugas dan kewajibannya dalam menjalankan pemerintahan demi kepentingan publik.
Sah! Indonesia sebagai layanan legalitas usaha dan konsultasi hukum bisnis dapat memberikan bantuan untuk proses pendaftaran merek dagang. Kunjungi website Sah! Indonesia untuk mendapatkan perlindungan hukum yang dibutuhkan dan dukungan dalam mengembangkan bisnis Anda!
Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406