Berita Hukum Legalitas Terbaru
Hukum  

5 REKOMENDASI FILM HUKUM YANG MENGINSPIRASI

Ilustrasi Rekomendasi Film Hukum
Sumber Foto : rogerebert.com

SAH! – Michael Asimow, profesor hukum di University of California Los Angeles, menulis artikel berjudul “How I Learned to Litigate at the Movies”. 

Dalam artikelnya Ia mengakui bahwa masyarakat Amerika Serikat, mengetahui sistem hukum negaranya melalui medium seperti film atau produk dari budaya pop (pop culture) lainnya.

Sangat berpengaruhnya film dengan genre legal thriller, hingga ABA Journal menyusun daftar “The 25 Greatest Legal Movies”. 

ABA Journal memilih 12 orang sebagai juri, sesuai dengan jumlah juri di pengadilan Amerika Serikat. Keduabelas orang ini, terdiri dari ahli hukum dan pengacara, yang sering memberikan kuliah mengenai film ataupun hukum yang berkaitan dengan industri film.

Lima film papan atas dalam daftar ini, berturut-turut diisi oleh To Kill A Mockingbird (1962), 12 Angry Men (1957), My Cousin Vinny (1992), Anatomy of a Murder (1959), Inherit the Wind (1960).

Film dapat merepresentasikan sistem hukum yang berlaku dimana film itu dibuat. Maka menonton film tak sekadar menikmati cerita yang disampaikan, tetapi sekaligus bisa belajar bagaimana kondisi sosial, budaya, politik, dan hukum di negeri film itu diproduksi.

Saat ini, studi hubungan antara film dan hukum berkembang semakin pesat. Hal itu dikarenakan film dan hukum dipandang sebagai dua rezim “naratif ” yang paling produktif dan penting saat ini.

Meskipun interaksi antara hukum dan film lebih dari apa yang ada di dalam layar, titik awal yang berguna bagi para teoritisi adalah pengamatan bahwa film tak kenal lelah merepresentasikan hukum dalam aneka perspektifnya.

Steve Greenfield, Guy Osborne dan Peter Robson, misalnya, menulis buku berjudul Film and the Law: The Cinema of Justice (2010). Mereka menerbitkan semacam kumpulan makalah ilmiah tentang hubungan film dan hukum dalam berbagai perspektif.

Kemudian Stefan Machura dan Peter Robson, bertindak sebagai editor, menerbitkan kumpulan tulisan banyak orang yang diberi judul Law and Film (2001).

Film pada sejatinya dapat merepresentasikan sistem hukum yang dianut dalam suatu negara dengan begitu nyata. 

Kita semua—termasuk sineas—tidak hidup di ruang hampa. Kita hidup dalam suatu pranata sosial tertentu, falsafah hidup tertentu, sistem hukum tertentu, ideologi tertentu, dan seterusnya.

Meski bisa saja terdapat beberapa pengecualian, umumnya apa yang kita pikirkan dan lakukan dipengaruhi oleh keadaan nyata di sekitar kita. Itu sebabnya dalam setiap karya dapat ditelusuri dan dipelajari apa yang ada di belakangnya.

 

1. 12 ANGRY MEN (1957)

Film 12 Angry Men arahan Sidney Lumet ini merupakan film drama persidangan yang sangat baik dan mengesankan. 

Henry Fonda memproduseri dan membintangi adaptasi dari drama panggung Reginald Rose yang diakui sangat kritis dalam dialog-dialognya.

Melalui film 12 Angry Men, kita akan belajar perbedaan sistem hukum common law di Amerka Serikat dan civil law di Indonesia.

Alih-alih mengikuti cerita persidangan, penonton malah diajak untuk mengamati kejadian di balik pintu tertutup, yakni ruangan para juri. 

Ditampilkan para juri bermusyawarah atau mempertimbangkan sebuah kasus yang bisa berujung hukuman mati pada terdakwa.

Pemungutan suara awal diambil dan hasilnya adalah 11 (sebelas) berbanding 1 (satu) untuk vonis bersalah (guilty). 

Sebelas anggota juri telah mengangkat tangan mereka, meyakini bahwa terdakwa, seorang pemuda, telah membunuh ayahnya sendiri. Hanya Juri No. 8 yang meragukannya.

Karena terdakwa akan dieksekusi mati jika terbukti bersalah, nasib hidupnya tentu saja berada di tangan para juri. 

Karena itu, juri No. 8 mengatakan bahwa setidak-tidaknya yang dapat mereka lakukan adalah mendiskusikan kasus tersebut seadil-adilnya.

Seiring berjalannya waktu, beberapa juri mulai mengubah pikiran mereka dan menemukan sejumlah keraguan. 

Mereka mulai merasa perlu untuk tidak terburu buru dalam mengambil keputusan bersalah kepada terdakwa. Tapi, tidak semua orang mudah untuk diyakinkan.

Plot film ini sangat menarik. Hal-hal kecil yang bisa mempengaruhi keputusan diperlihatkan dengan baik. 

Film ini juga berhasil dalam menghadirkan 12 karakter juri yang sedang berdebat itu. Karakter masing-masing juri itu muncul melalui perpaduan sempurna antara casting yang pas, dialog yang bernas, dan akting yang hampir tanpa cela.

 

2. TO KILL A MOCKING BIRD (1962)

Film ini diangkat dari sebuah buku karya Harper Lee dengan judul yang sama “To Kill a Mocking Bird”. 

Film ini bercerita tentang seorang pengacara bernama Atticus Finch yang menangani kasus Tom Robinson, seorang pria berkulit hitam yang didakwa melakukan pemerkosaan terhadap seorang wanita berkulit putih.

Film ini berlatar di Maycomb, sebuah kota fiksi di daerah Alabama, sebuah negara bagian di Amerika Serikat. Menariknya, film ini diambil dari sudut pandang Scout, anak kedua dari Atticus Finch. 

Scout merupakan anak perempuan yang tomboy dan tidak segan memukul orang lain yang menyinggungnya. Scout memiliki kakak bernama Jem yang berusia sembilan tahun. 

Scout dan Jem hanya dibesarkan oleh Atticus karena ibunya meninggal ketika mereka masih kecil.

Selain pengacara andal, Atticus merupakan sosok ayah yang terbuka dengan anaknya. Ia tak segan menjawab dengan jujur apa saja yang anaknya tanyakan. 

Atticus menunjukkan perilaku yang ingin anaknya lakukan suatu saat. Ia juga tak pernah sekalipun memarahi anaknya.

Hingga ketika Atticus memutuskan untuk menjadi pengacara dari  seorang berkulit hitam bernama Tom Robinson, kehidupannya berubah. Ia banyak menerima kritikan. Tak jarang Atticus direndahkan dan dihina karena membela seseorang berkulit hitam.

Klimaks dalam film ini terjadi ketika persidangan dimulai. Sebagai pengacara, Atticus tidak pernah membeda-bedakan kasus yang ditanganinya. Prinsipnya inilah yang akhirnya membuat ia memilih menangani kasus Tom Robinson.

Di persidangan, Atticus yang merupakan pengacara andal mencoba membuktikan bahwa Tom Robinson tidak bersalah. 

Dalam film juga digambarkan bahwa tuduhan terhadap Tom Robinson sangat terkesan sembarangan dan tidak memiliki bukti yang cukup kuat. Atticus menyadari adanya stigma buruk yang diberikan kepada orang berkulit hitam.

Meskipun Atticus kemudian berhasil menyudutkan Bob Edwell—yang saat itu menjadi saksi dalam persidangan, namun dewan juri yang semuanya berkulit putih memutuskan Tom Robinson tetap dijatuhi hukuman.

Film ini berhasil menggambarkan adanya ketimpangan sosial di masa itu dan menunjukkan bahwa warna kulit sangat menentukan nasib seseorang. Mereka bisa saja dijatuhi hukuman hanya karena memiliki warna kulit yang berbeda.

 

3. MY COUSIN VINNY (1992)

My Cousin Vinny  adalah film yang kejadiannya sangat mirip dengan realitas sistem peradilan pidana Amerika Serikat.

Film ini menyajikan beberapa pengaturan kejadian yang mirip dengan prosedur sebenarnya dalam sistem peradilan. Misalnya, sebelum penangkapan, penyelidikan dilakukan untuk mengidentifikasi tersangka seperti yang biasa terjadi di dunia nyata.

Kedua, ada pengacara di ruang sidang yang membela tersangka dengan tujuannya hampir sama seperti di dunia nyata.

Ketiga, ada kemungkinan untuk mengajukan banding seperti dalam sistem peradilan yang sebenarnya, dimana para narapidana diberikan kesempatan untuk diadili lagi. 

Terakhir, penghentian putusan terhadap mahasiswa setelah pelaku sebenarnya teridentifikasi mencerminkan hal yang sama yang bisa terjadi dalam sistem peradilan yang sebenarnya.

Di sisi lain, meskipun film tersebut menggambarkan sistem hukum Amerika dengan tepat, prosedur ruang sidang berbeda dari kenyataan. 

Salah satu kasusnya adalah representasi Vinny sendiri terhadap kedua terdakwa. Hal ini bertentangan dengan peraturan persidangan yang mewajibkan satu pengacara untuk setiap terdakwa.

Vinny juga gagal menggunakan argumen dalam pernyataan pembukaannya, sesuatu yang tidak disangka-sangka oleh seorang pengacara. 

Pernyataan pembuka merupakan argumen yang menjadi dasar persidangan. Jaksa wilayah juga setuju untuk memberikan berkas kasusnya kepada Vinny. Berbagi berkas perkara adalah prosedur ilegal dan tidak biasa dalam proses pengadilan.

Pengadilan memutuskan kedua mahasiswa tersebut bersalah melakukan pembunuhan. Putusan ini mengejutkan mengingat ada kesalahan dalam proses penyidikan.

Meskipun polisi tersebut tidak memiliki bukti yang memberatkan dan hanya mengikuti nalurinya, tidak masuk akal jika Vinny menyadarinya dan menggunakannya untuk membela para siswa.

Namun, kebenaran terungkap, pada akhirnya menghapuskan ketidakefektifan Vinny. Secara keseluruhan,  My Cousin Vinny  adalah film bagus yang dapat mengajarkan banyak hal tentang sistem peradilan Amerika dan proses pengadilan.

 

4. ANATOMY OF A MURDER (1959)

Anatomy of a Murder, film drama ruang sidang Amerika , dirilis pada tahun 1959, yang kontroversial karena penanganan eksplisitnya terhadap gairah seksual dan kejahatan pemerkosaan .

Film ini didasarkan pada novel karya Robert Traver (nama pena Hakim Agung Michigan John D. Voelker). 

Berpusat pada Paul Biegler (diperankan oleh James Stewart ), seorang pengacara yang dengan enggan setuju untuk membela seorang letnan tentara yang pemarah (Ben Gazzara) dituduh membunuh seorang pria yang diduga memperkosa istrinya (Lee Remick ).

Film ini sarat dengan isu-isu hukum yang menarik, seperti validitas dan penerapan versi pembelaan kegilaan yang bersifat impulsif. 

Hal ini menimbulkan banyak masalah praktik persidangan, taktik, dan etika. Hal ini menimbulkan persoalan apakah seorang pemeriksa silang harus mengajukan pertanyaan yang dia tidak tahu jawabannya. 

Film ini juga terkenal karena penampilan luar biasa para pemerannya, terutama Remick sebagai istri yang berbudi luhur dengan nafsu seksual yang tampaknya tak pernah terpuaskan. 

Stewart, yang biasanya memainkan karakter yang melambangkan nilai-nilai kuno Amerika, mendapat pujian atas penggambarannya yang kasar.

 

5. INHERIT THE WIND (1960)

Disutradarai oleh Stanley Kramer, “Inherit the Wind” adalah sebuah film yang diadaptasi dari pertunjukan panggung dengan nama yang sama dan juga berdasarkan pada kasus Scopes Monkey Trial tahun 1925.

Film ini diatur dalam format fiksi, tetapi diilhami oleh perjuangan hukum sebenarnya antara negara bagian Tennessee dan seorang guru biologi bernama John T. Scopes. 

Scopes diadili karena mengajar teori evolusi Darwin, yang dianggap bertentangan dengan hukum setempat yang melarang pengajaran evolusi dalam kelas-kelas sekolah.

Dalam film ini, Spencer Tracy memerankan karakter yang terinspirasi oleh Clarence Darrow, seorang pengacara terkenal yang mempertahankan Scopes. 

Sementara Fredric March memerankan karakter yang terinspirasi oleh William Jennings Bryan, seorang orator dan politisi yang menjadi jaksa dalam kasus tersebut.

Film “Inherit the Wind” menggambarkan konflik antara kebebasan berpikir dan kebebasan beragama, serta perdebatan ilmiah versus pandangan keagamaan yang ketat. 

Film ini menciptakan atmosfer dramatis yang mempertanyakan batasan pengajaran ilmiah dalam sistem pendidikan.

Dengan demikian, melalui rekomendasi film hukum yang diberikan, pembaca diharapkan dapat mendapatkan lebih dari sekadar hiburan, melainkan dapat memperoleh wawasan yang mendalam tentang kompleksitas sistem hukum, menggugah pikiran, dan mendorong refleksi tentang nilai-nilai keadilan yang mendasari masyarakat kita.

Bagi Anda yang membutuhkan layanan pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta, SAH! Solusi Administrasi Hukum Indonesia bisa menjadi solusi yang tepat untuk Anda. Segera hubungi WhatsApp 0856 2160 034 atau kunjungi laman Sah.co.id

SOURCE:

Atmojo, Kemala. Film dan Representasi Sistem Hukum: Sebuah Pengantar Doktor Ilmu Hukum Universitas Jayabaya.

Anderson, William. 2022. My Cousin Vinny: Film Analysis. Diakses pada 18 Januari 2024 dari https://schoolworkhelper.net/my-cousin-vinny-film-analysis/

Pfeiffer, Lee. 2024. Anatomy of a Murder film by Preminger [1959]. Diakses pada 18 Januari 2024 dari https://www.britannica.com/topic/Anatomy-of-a-Murder

Sholichah. Memerangi Rasialisme di Amerika Serikat Era ‘30 dalam Film To Kill A Mockingbird. Diakses pada 18 Januari 2024 dari https://persmaporos.com/memerangi-rasialisme-di-amerika-serikat-era-30-dalam-film-to-kill-a-mockingbird/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *